Tujuh Belas

3K 528 68
                                    

Sepeninggalan Luna, Erick menatap Freya sejenak, seperti ingin memastikan keadaannya baik-baik saja. Lalu kemudian dia memalingkan wajah dan beranjak dari tempatnya untuk membuat secangkir kopi. "Lo mau kopi?" tawarnya.

                "Nggak." Jawab Freya seraya melangkah mendekati Erick yang terlihat sengaja menyibukkan diri. "Rick—"

                "Hari ini gue sibuk. Lo bisa balik besok"

                "Kita harus bicara, Rick."

                "Lo nggak dengar tadi gue bilang apa?"

                "Chris masih hidup."

                Mendengar itu, Erick kembali mengingat kejadian tadi malam. Dan sekarang rahangnya mengeras begitu saja. Bahkan kini gelas yang berada di tangannya dia hentakkan kuat ke atas meja pantry hingga pecah berserakan.

                Erick memutar tubuhnya ke belakang, melesat cepat menghampiri Freya, mencengkram lengannya dan menatapnya begitu tajam. "Kalau bukan karena lo, dia udah mati di tangan gue, Frey..." desis Erick.

                Freya menahan rasa sakit di lengannya sekuat tenaga. Wajahnya menengadah tak gentar memandang Erick. "Membunuh Chris bukan jalan keluar dari masalah ini."

                "Oh, ya?" Erick tersenyum miring. "kalau gitu, bilang sama gue, jalan keluar apa yang lo punya, huh?" Cengkraman Erick semakin menguat dan rasa perih yang menjalar di lengan Freya semakin menjadi.

                "Gue ngerti lo marah soal tadi malam. Tapi dengan membunuh Chris, lo akan semakin terpojok, Rick. Jika sebelum ini cuma Chris yang mencari dan tahu soal lo, maka setelah lo ngebunuh Chris, semua orang akan mencari tahu tentang lo, Rick. Dan itu lebih berbahaya."

                "Omong kosong, Frey! Lo pikir gue nggak tahu kenapa lo bisa muncul disana tadi malam, huh?" kedua mata Erick berkilat tajam dan berbahaya. "lo udah tidur kan, sama dia? Itu kenapa sekarang lo berpihak sama dia. Dengar, Frey, dengar apa yang gue katakan." Erick menipiskan bibirnya tajam. "jangan pernah membawa urusan seks lo ke dalam pekerjaan, apa lagi pekerjaan gue. Karena itu... terlalu menjijikkan."

                Lengan Freya memang terasa semakin sakit, tapi rasa sakit itu tak ada artinya dibandingkan rasa sakit di hatinya ketika mendengar apa yang baru saja Erick katakan.

                Bagaimana bisa Erick memandangnya serendah itu, padahal... selama ini pun, Freya rela tidur dengan siapa pun untuk membantu Erick. Dia rela mengotori dirinya demi lelaki yang dia cintai ini. Lalu bagaimana bisa Erick memandangnya sehina itu?

Dengan senyuman miringnya yang terlihat patah, Freya mengumpulkan sisi tenaganya untuk menepis cengkraman Erick di lengannya. Kakinya bergerak mundur dengan langkah yang lemah, sementara kedua matanya memerah dan berkaca-kaca.

                "Lo benar, Rick. Gue udah tidur sama Chris. Bahkan bukan cuma Chris, gue..." Freya berkedip lalu setetes air matanya meluruh dan hal itu membuat Erick terpaku. "gue udah tidur dengan banyak lelaki. Dan semua itu demi lo, Rick, demi pekerjaan lo, demi melindungi lo, demi..." Freya semakin terisak perih. "demi orang yang paling gue cintai."

                Kedua mata Erick melebar tak percaya. Freya baru saja mengatakan kalau dia mencintai Erick

"Frey..."

                "Lo pikir gue suka, huh? Lo pikir gue menikmati apa yang mereka semua perbuat ke gue?! Lo nggak tahu apa yang gue rasain, Rick, lo nggak tahu!" teriak Freya. "demi elo, demi mengabdi sama lo, demi melindungi lo, gue rela menjadi piala bergilir untuk mereka semua! Karena gue cuma bisa mencintai lo dengan cara seperti itu! Dan sekarang lo menganggap gue sehina ini, Rick? Lo... benar-benar berengsek. Lo berengsek, Rick!"

LunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang