Empat Puluh

2.7K 479 49
                                    


Erick tidak mengerti mengapa Luna mengumpulkan dia, Gembul dan juga Freya saat ini. Pagi ini, begitu Erick keluar dari kamar dan mencari Luna yang tadi malam lebih memilih tidur bersama Darel dibandingkan dirinya, Erick sudah menemukan Gembul dan juga Freya di rumahnya.

Tadinya Erick ingin bertanya, namun Luna menyuruhnya untuk mandi sebelum bergabung bersama mereka.

Dan sekarang, setelah Erick bergabung dengan mereka semua, Erick memandangi Luna dengan tatapan bingung.

Luna masih enggan menatapnya, bahkan sejak tadi dia hanya terus memandangi ponsel di tangannya. Ketika Erick memandang Freya dan Gembul, keduanya pun sama diamnya.

"Darel lagi main ke luar," ujar Luna setelah menarik napasnya panjang. "Jadi kita semua bisa membahas mengenai..." kali ini, Luna menatap satu persatu dari mereka dengan tatapan tenangnya. "Malvori.

Erick terlihat gelisah. Dia tidak bisa membaca isi kepala Luna saat ini. Wanita itu terlihat begitu dingin dan tak terjangkau.

"Lo udah tahu, kan," sahut Freya. Tatapannya begitu tenang dan menusuk. "Malvori, gue, gembul dan juga... Erick. Lo pasti udah tahu semuanya."

"Hm," gumam Luna. "Aku tahu semuanya. Semuanya..." bibirnya tersenyum patah dan terlihat menyedihkan. "Termasuk... hadiah yang Malvori kirimkan pada Erick melalui keluargaku." ekor mata Luna melirik langsung ke arah Erick yang tersentak kaku.

Sejenak, Erick dan Luna saling menatap satu sama lain dengan keheningan. Hingga Freya kembali bersuara. "Malvori nggak akan melakukan itu kalau aja lo nggak muncul saat Erick dan anak buah Sean bertemu." Freya bersedekap, tak melepaskan Luna sedetik pun. "Mereka pasti kesulitan menyentuh Darel, itu kenapa mereka mencari kelemahan Erick yang lain."

Luna merasa amarahnya kembali bergejolak. Sulit baginya menerima alasan dibalik kematian keluarganya. Keluarganya tidak tahu apa-apa, keluarganya tidak bersalah. Jika pun mereka memang ingin melukai Erick melalui Luna, mengapa tidak Luna saja yang mati saat itu? Mengapa harus keluarganya dan membuat Luna harus hidup seorang diri. Luna mencoba menenangkan dirinya. Dia menarik napasnya susah payah dan menghembuskannya perlahan. "Lalu bagaimana setelah ini?" tanya Luna. "Setelah mereka membunuh keluargaku, apa mereka... akan membiarkan Erick tetap pergi dari Malvori?"

"Apa yang kamu inginkan, Luna?" pada akhirnya Erick bersuara. Dan ketika Luna menatapnya, Erick melayangkan tatapan tajamnya pada Luna. "Setelah semua ini, setelah seluruh kekacauan ini, aku akan menjauhkan kamu dari Malvori dan semua urusanku. Kamu akan pergi bersama Darel, menjauh dari sini sebelum aku datang untuk menjemput kalian."

"Apa yang kuinginkan, kemana aku akan pergi, itu biar menjadi urusanku, Erick." balas Luna dengan penuh ketenangan. Tak ada riak apa pun di kedua matanya meski memandang Erick.

"Bos ingin menghancurkan Malvori." Cetus Gembul hingga semua orang menatapnya. Mendesah panjang, Gembul menatap Luna sepenuhnya. "Bos akan membalaskan dendamnya dengan cara itu."

Luna tersenyum getir. "Dendam?" ulangnya kala memandang Erick. "Dendam untuk siapa? Yang kehilangan keluarga adalah aku, Erick. Tapi kenapa kamu yang menyimpan dendam?" Luna menggelengkan kepalanya pelan. "Kamu sudah berhenti dari sana, kamu bukan lagi bagian dari mereka. Dan mereka... juga sudah mengirimkan hadiah perpisahan untuk kamu." nada suara Luna memberat dibagian ini. "Itu artinya, kamu sudah bebas. Jadi, jangan pernah lagi berurusan dengan mereka apa lagi untuk—"

"Nggak," bantah Erick, suaranya menyerupai desisan. Ada kebencian yang tersimpan di kedua matanya. "Sebelum aku menghabisi tempat itu, menghabisi orang-orang itu, aku nggak akan berhenti."

LunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang