Tiga Puluh Lima

2.5K 503 32
                                    

Hasil investigasi sementara menjelaskan jika kecelakaan itu terjadi akibat kelalaian pengemudi yang sampai detik ini masih melarikan diri. Erick menonton seluruh wawancara yang berhubungan dengan kecelakaan itu melalui ponselnya. Sejak tadi, yang dilakukan Erick hanya duduk diam di balik kemudi, mencari segala informasi mengenai kecelakaan yang menewaskan tiga anggota keluarga Luna.

Bukti yang berhasil dikumpulkan oleh Polisi hanyalah berupa video yang berasal dari CCTV. Beberapa detik setelah kecelakaan itu terjadi, si pengemudi yang memakai masker dan topi tampak melompat keluar dari truk dan pergi melarikan diri dengan mencuri sebuah motor milik pengguna jalanan.

Polisi sudah menemukan keberadaan motor itu. Tersangka meninggalkannya di jalanan, namun jejaknya bagai hilang ditelan bumi.

Erick masih terus menonton video itu, kepalanya menyandar ke belakang, sedang matanta menatap lekat layar ponselnya. Tak lama berselang, sebuah notifikasi masuk ke ponselnya. Erick membukanya dengan cepat.

Johan.

32 tahun. Mantan narapidana.

Melarikan diri ke Semarang.

Informan Erick juga menyertakan foto lelaki benama Johan dan beberapa alamat yang mungkin saja didatangi oleh Johan selama masa pengasingannya. Kedua mata Erick menajam tatkala menatap foto itu lekat. Lalu perlahan namun pasti, dia meras ponselnya kuat, seolah ingin menghancurkan wajah Johan di sana.

Rahang Erick mengeras hebat, giginya seolah saling bergemeratuk. Johan pikir dia akan selamat begitu saja setelah melarikan diri?

Erick bersumpah, dia tidak akan membiarkan Johan sampai ke neraka dengan sangat mudah.

Maka setelah menyimpan ponselnya, Erick kembali mengendarai mobilnya, melakukan perjalanan panjang menuju Semarang untuk mencari Johan lalu membalaskan dendamnya.

Erick nyaris menempuh perjalanan selama enam jam untuk tiba di Semarang. Dia langsung mendatangi alamat-alamat itu. Alamat pertama adalah sebuah markas judi. Kepulan asap dan bau minuman yang menyengat adalah hal pertama yang menyambut Erick ketika dia menginjakkan kedua kakinya di sana.

Meja-meja berjajar di penjuru ruangan yang pengap, para lelaki penjudi tampak memenuhi setiap kursi yang ada. Erick mengamati tempat itu dengan seksama. Tatapannya berhenti pada sosok lelaki yang duduk di sudut ruangan, tampak mengamati sekitarnya dengan senyuman miring yang tersungging di bibirnya. ada sebatang rokok yang terselip di bibirnya, dan dua gadis berpakaian murahan yang berada di sisinya.

Erick melangkah mendekati lelaki itu, berdiri persis di hadapannya hingga perhatian lelaki itu teralihkan kepadanya. Lelaki itu melepaskan rokok dari selipan bibirnya, mengamati Erick dengan kernyitan di dahi. "Butuh sesuatu?" tanyanya.

Erick mengeluarkan ponsel, kemudian memerlihatkan foto Johan padanya. "Gue mau orang ini. Lo pernah lihat dia datang ke sini?"

Begitu dia melihat wajah Johan, kernyitan di dahinya tampak semakin bertambah. Lelaki itu kembali menatap Erick, mengamati wajah tenang dan tatapan kosong Erick yang mengarah padanya. Dia menghisap rokoknya, mengepulkan asap di sekitar wajahnya, lalu menggeleng pelan. "Gue nggak pernah lihat." Ucapnya seraya menggedikkan bahu.

Erick tak langsung merespon, dia hanya diam, memandang lelaki berwajah sombong dengan senyuman sinis di bibirnya itu. Erick menghela napas samar, lalu beranjak pergi. Erick sempat mendengar kekehan mencemo'oh lelaki itu padanya sebelum dengan gerakan cepat, Erick menghampiri salah satu meja judi dan mengangkatnyake atas hingga membuat seisi meja berserakan ke lantai.

LunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang