Tujuh

4.1K 656 52
                                    

Seperti biasa, Luna mengawali paginya dengan kegiatan jogging di sekitar komplek rumahnya. Satu tahun belakangan ini, Luna memang rutin jogging. Karena dulu,  entah kenapa, setiap kali dia berlari, maka perasaan berkecamuk di dalam dirinya, yang seolah menggerogotinya habis-habisan, bisa menghilang meski sejenak. Dan setiap kali berlari, Luna malah merasa seperti beristirahat dari seluruh masalah dan kesedihan yang masih sering membayanginya.

                Selesai jogging, Luna kembali ke rumah. Dia menyalakan televisi, lalu beranjak ke dapur, menuang air ke dalam gelas, lalu kemudian meneguknya hingga habis. Bahkan setelah itu, Luna kembali menuang air ke dalam gelas yang sama, lalu membawanya menuju ruang televisi.

                Segelas air putih sama sekali tidak cukup untuknya.

                Luna kini menyecahkan tubuhnya di atas sofa, dia kembali meneguk minumannya, sedang ekor matanya melirik ke arah televisi yang menyala, dan menyiarkan berita pagi.

                Seorang Polisi tewas, diduga telah dihabisi oleh anggota Gengster. Begitulah headline berita yang Luna baca di televisi. Dan kini, Luna melihat seorang lelaki bertubuh kurus dengan kantung mata yang terlihat jelas, sedang dikerubungi wartawan yang melontarkan beragam pertanyaan padanya.

                "Dia adalah anggota Gengster Malvori, yang sudah beberapa tahun ini sedang dalam penyelidikan kami. Belakangan semakin banyak laporan orang hilang dan pembunuhan yang belum terungkap. Dan dugaan kuat mengarah ke Malvori. Tadi malam, satu rekan saya tewas, saya adalah saksi mata yang melihat pembunuhan itu."

                Luna membaca nama yang tertera di layar televisi. Chris Devano, anggota SATRESKRIM.

                "Saya mencoba menangkapnya, sayangnya dia berhasil lolos dengan luka tembak di tubuhnya."

                "Apakah bapak mengenali siapa pelakunya?" salah satu wartawan melontarkan pertanyaan.

                Chris menggelengkan kepalanya. "Pelakunya memakai topi dan masker. TKP juga cukup gelap, jadi saya belum bisa memastikan siapa pelakunya." Lalu Chris memerlihatkan sebuah sketas wajah seorang lelaki yang memakai topi serta masker hitam, dimana hanya mata serta dahinya saja yang terlihat.

                "Pelakunya memiliki kemiripan wajah sembilan puluh persen seperti sketsa ini. Kami juga memiliki DNA pelaku, dan setelah akan melakukan penyelidikan lebih dalam. Bagi siapa pun yang merasa mengenal lelaki yang mirip dengan sketsa ini, silahkan laporkan pada kami."

                Gengster? Malvori? Luna mengernyit aneh. Baru kali ini dia mendengar mengenai dua hal ini. Jujur saja, Luna bukan penikmat berita, apa lagi berita kriminal. Tapi mendengar ada Gengster semengerikan itu di negara ini, membuat Luna merasa sedikit khawatir.

                Luna masih menatap layar televisi yang kini menayangkan sketsa wajah si pelaku. Dan Luna mengamatinya lekat. Kedua mata sketsa itu terlihat begitu dingin sekaligus mengerikan. Bentuk alisnya, batang hidung bagian atasnya, dahinya, semua itu Luna amati dengan tatapan lekat. Dan anehnya, Luna merasa seperti pernah melihatnya.

                "Kak!"

                Mendengar sebuah suara, Luna tersentak dari lamunannya. Wajahnya menoleh ke samping, lalu dia menemukan Dika yang mencebik menatapnya. "Ngapain sih, ngelamun mulu. Aku panggil berkali-kali juga."

                Luna tersenyum kecil. "Siapa yang ngelamun. Kakak lagi nonton berita."

                Dika mendekati Luna sembari melirik televisi. "Tumben."

LunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang