Darel berlarian memasuki rumah, di belakangnya ada Freya yang melangkah lambat meski matanya kini memandang Erick lekat. Erick masih berada di tempatnya semula, sendirian, karena Luna baru saja pergi dengan wajah sembab, dia bahkan tidak menoleh pada Freya dan Darel yang berdiri di teras rumah.
Kini Darel berdiri di depan Papanya, wajahnya menengadah, memandang Papanya yang masih saja terlihat mengernyit dalam keterdiamannya. "Tante Luna kenapa?" tanya Darel.
Erick melirik putranya itu. Darel ada bersamanya tadi, bahkan ketika Luna menangis pun, ada Darel bersamanya. Putranya pasti mengetahui alasan Luna menangis sehebat itu.
Lalu kedua tangan Erick bergerak cepat, mengangkat tubuh Darel dan mendudukkannya di atas meja Pantry. Kedua mata Erick menyipit tajam menatap Darel. "Jujur sama Papa, kamu tadi ngapain sampai Tante Luna nangis kaya gitu?"
Darel hanya menggelengkan kepalanya.
"Kamu isengin Tante Luna?"
"Nggak."
"Kamu ada ngomong jahat sama Tante Luna?"
Darel menggelengkan kepalanya lagi, namun tatapan penuh selidik Erick membuat Darel tak terima. "Aku cuma minta dibuatin nasi goreng, Pa, dan itu bukan sesuatu yang salah. Tante Luna sendiri yang nawarin."
"Terus kenapa tadi Tante Luna nangis?" sungut Erick.
"Ya mana aku tahu. Kalau aku tahu, aku nggak bakalan nanya sama Papa." Omel Darel dengan wajah terganggunya yang tampak kesal. Lalu Papa dan anak itu saling mendengus satu sama lain. "tapi, Tante Luna udah nggak apa-apa, kan?"
Erick mengangkat bahunya ringan.
"Tadi aku lihat Tante Luna masih sedih keluar dari rumah." Gumam Darel, ada muram khawatir di wajahnya, persis seperti apa yang terjadi di wajah Erick saat ini.
Erick dan Darel terlihat sangat mencemaskan Luna, dan hal itu membuat Freya yang sejak tadi diam mengamati keduanya, kini mendengus jengah, membuat Erick dan Darel menolehs erentak padanya.
"Nggak usah pada lebay. Palingan juga dia cuma cari perhatian." Cemo'ohnya.
"Sok tahu!" jawab Darel dan Erick serentak dengan wajah bersungut tak terima, lalu mereka saling memandang seketika, tersenyum tipis dan kembali memandang Freya.
Freya mendekat, jemarinya menyentil dahi Darel, membuat Darel mengaduh dan memelototinya. "Aku pernah bilang apa soal orang asing, huh? Kalau kamu diculik gimana?"
Darel memiringkan wajahnya, bibirnya tersenyum malas, matanya yang bulat dan berwarna kebiruan itu memandang Freya dengan tatapan mencemo'oh. "Tante Luna itu bukan orang asing, Frey."
"Tapi kamu baru aja kenal sama dia, kan? Kalau dia orang jahat gimana?"
"Dibandingkan Tante Luna, sebenarnya, kamu yang kelihatan lebih pantas jadi orang jahat. Jadi, Frey," Darel memicingkan matanya. "aku ganggu Tante Lunaku!"
Freya menipiskan bibirnya, lalu tangannya mencubit pipi Darel, membuat Darel ikut menipiskan bibirnya, dan memalingkan wajah untuk menggigit lengan Freya. Tapi tentu saja dia tidak bisa melakukannya, Freya menarik tangannya dengan cepat, membuat Darel terlihat marah, tapi justru kemarahan Darel itu lah yang menjadi kemenangan bagi Freya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luna
General FictionPasca perceraiannya, Luna memilih untuk menjauh dari segala hal yang berhubungan dengan mantan suaminya. Termasuk juga sahabat-sahabatnya. Luna hanya ingin melupakan, tidak lagi menoleh ke belakang sekalipun dia tahu jika dia tidak akan sembuh denga...