Prolog

17.8K 1.4K 457
                                    

Luna menghela napas saat dirinya sudah tiba di depan sebuah bengkel yang terlihat sepi. Kemudian, dia menunduk ke samping, menatap Darel yang terlihat masih menikmati lolipop di mulutnya."Ini bengkelnya?" tanya Luna pada Darel.

Darel mengangguk santai. Luna mengernyit heran, dia kini mengamati sekitarnya. Bengkel ini ada di sebuah pemukiman yang lumayan jauh dari keramaian, bahkan selama mobil Luna memasuki kawasan ini, dia jarang sekali berpapasan dengan kendaraan apa pun. Aneh, kenapa membuka bengkel di tempat sesepi ini, batin Luna. Masih sambil menggenggam jemari Darel, Luna memutuskan untuk memasuki bengkel itu. "Halo, ada orang?" panggilnya.

Namun tidak ada sahutan apa pun dari sana, bahkan tidak terlihat ada siapa-siapa. "kayanya nggak ada orang..."

"Biasanya ada Om Gembul di sini," celetuk Darel hingga Luna menatapnya lagi. Bocah yang sering kali tersenyum miring itu membuang stik lolipopnya sembarangan, lalu menengadah membalas tatapan Luna. "cari di dalam aja, Tante, palingan Om Gembul tidur. Memang suka gitu kalau nggak ada Papa."

"Ke... dalam?" ulang Luna. Darel mengangguk, matanya melirik ke lorong yang berada di dalam bengkel itu dengan begitu lekat. Luna bahkan menemukan kilatan yang mencurigakan di kedua mata Darel yang nakal. "Hm... kayanya kita tunggu di sini aja, deh. Siapa tahu Om Gembul itu atau Papa kamu lagi ada urusan sebentar ke luar. Tante juga nggak enak masuk ke rumah orang tanpa izin."

"Ini bengkel, Tante, bukan rumah."

"Iya, bengkel orang lain."

"Bengkelnya Papa, artinya bengkelnya aku juga. Nah, aku izinin Tante masuk ke dalam."

Dengan senyuman miring khasnya yang tercetak jelas di bibir, Darel sudah berlari memasuki bengkel, membuat kedua mata Luna membulat tak percaya. "Darel!" teriaknya, namun Darel malah tertawa geli tanpa menghiraukan Luna.

Dan itu membuat Luna memejamkan matanya frustasi kemudian memilih untuk mengejar Darel. Luna melihat Darel berlarian di lorong itu sebelum berbelok ke arah kiri dan memutuskan untuk mengikuti Darel.

"Darel!" tegur Luna dengan suara yang sedikit meninggi ketika menemukan Darel sedang berdiri di depan sebuah pintu besi. Luna menghampiri Darel, membungkukan tubuhnya agar bisa sejajar dengan Darel. "Tante tadi bilang apa? Kita tunggu Papa kamu di luar. Lihat, kan? Nggak ada siapa-siapa di sini." Darel hanya diam, wajah polosnya yang terlihat tengil itu seperti terpaku selagi dia menatap pintu itu lekat.

Luna mengulurkan telapak tangannya, "Ayo." Ajaknya.

Namun Darel malah memiringkan wajahnya, satu telunjuknya terangkat dan mengarah tepat pada pintu besi itu. "Ada suara di dalam sini." Ujarnya.

Luna mengernyit, dia melirik pintu itu sejenak, lalu menatap Darel lagi. Ya, Luna tahu Darel memiliki rasa ingin tahu yang luar biasa besar terhadap apa pun. Dia senang mengamati, lalu mengeluarkan celetukan menyebalkannya yang terkadang membuat teman bahkan orang-orang di sekitarnya menatapnya kesal. "Nggak ada suara apa apun, Darel." Desah Luna dengan senyuman tipis.

Darel menggelengkan kepalanya pelan. Dan perlahan, dia mendekati pintu itu, menempelkannya telinganya di sana, wajahnya terlihat tampak sangat serius hingga Luna mulai terpengaruh dengan raut wajah Darel. "Oh!" pekik Darel tiba-tiba yang membuat Luna juga ikut terperanjat. Darel menatap Luna dengan dua bola matanya yang bulat namun memiliki tatapan yang begitu tajam. "benar, kan! Ada suara dari dalam sini, Tante."

"Hah?" gumam Luna.

Darel melambaikan telapak tangannya, menyuruh Luna mendekat dan ikut melakukan hal yang sama dengannya. Anehnya, meski Luna tidak percaya, namun dia menuruti permintaan Darel. Luna menempelkan telinganya di sana, wajahnya terlihat serius selagi menunggu suara yang Darel maksud.

LunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang