Darel memasang wajah cemberutnya, kedua tangannya terlipat di depan dada dan dia memalingkan wajahnya kemana pun, asalkan tidak bertemu pandang dengan Papanya yang sedang sibuk menyiapkan sarapan pagi.
"Ini sereal kamu." ujar Erick sembari meletakkan semangkuk sereal di atas meja.
"Aku nggak mau." Ketus Darel.
"Terus kamu mau makan apa, Rel? Buruan bilang, biar Papa buatin."
"Aku mau sarapan di rumah Tante Luna."
Erick mendecih. "Nggak boleh."
Lalu Darel menatap kesal pada Erick. "Kenapa nggak boleh?"
Sambil beranjak duduk dan menyentuh gelas kopinya, Erick melirik. "Tante Luna nggak boleh diganggu dulu."
"Aku nggak pernah ganggu."
"Pokoknya nggak boleh."
"Papa aneh."
"Kamu keras kepala."
Darel menyipitkan matanya ketika menyadari sesuatu. "Tadi malam Papa habis ketemu sama Tante Luna lagi, ya?"
Erick yang sedang menyeruput kopinya, kini melirik Darel dari celah cangkirnya. "Kenapa kamu nanya gitu?"
Darel tidak menjawab, hanya matanya saja yang menatap Erick semakin lekat seolah-olah, bocah kecil ini sedang berpikir keras. "Tante Luna kenapa, Pa?"
Satu alis Erick terangkat ke atas. "Maksudnya?"
"Papa nggak ngebolehin aku ketemu sama Tante Luna, dan bilang Tante Luna nggak boleh diganggu. Tante Luna... sakit, ya, Pa?" ada kekhawatiran dalam pertanyaan yang Darel sampaikan.
Sakit...
Entah Erick harus mengatakan ya atau tidak saat ini. Karena nyatanya, Luna memang terlihat baik-baik saja jika dilihat dari luar. Tapi sebenarnya, wanita itu sedang menyimpan banyak luka di hatinya, membuatnya sangat rapuh dan mudah sekali hancur.
Erick tengah melamun dan memikirkan Luna saat tiba-tiba saja Darel melompat turun dari kursinya dan berlari. "Darel! Kamu mau kemana?!" teriak Erick.
"Ke rumah Tante Luna!" balas Darel berteriak.
Mendengar itu, Erick terbelalak tak percaya. Lalu dia menggigit bibirnya kesal. "Benar-benar anak ini!" rutuknya. "Darel! Papa bilang nggak boleh!" Erick kembali berteriak, kali ini sembari mengejar Darel.
"Boleh!"
"Darel!"
"Bodo!"
Erick benar-benar akan memukul bokong bocah kecil itu nanti.
Tepat ketika Erick hampir saja berhasil menangkap Darel, bocah kecil itu membuka pintu rumah. Namun dia berhenti berlari ketika menemukan Luna berdiri di depan rumah dengan satu tangan yang tampak akan mengetuk pintu.
Darel mengerjap, begitu pula dengan Erick. Sementara Luna memandang Ayah dan anak itu secara bergantian.
"Hm, kalian... mau pergi, ya?" tanya Luna.

KAMU SEDANG MEMBACA
Luna
General FictionPasca perceraiannya, Luna memilih untuk menjauh dari segala hal yang berhubungan dengan mantan suaminya. Termasuk juga sahabat-sahabatnya. Luna hanya ingin melupakan, tidak lagi menoleh ke belakang sekalipun dia tahu jika dia tidak akan sembuh denga...