Lima Belas

3.1K 594 38
                                    


Erick sibuk membaca daftar nama orang-orang yang bekerja sama atau yang sedang dekat dengan Leon saat ini. Gembul baru saja memberikan nama-nama dan informasi dari setiap orang yang berada dalam daftar itu pada Erick. Dan kini, selagi Erick memeriksa seluruh daftar-daftar itu, Gembul tampak sibuk mencomot satu persatu makanan yang berada di atas meja Erick.

"Leon benar-benar cari mati." gumam Erick. "Dia pikir, menjadi bandar Narkoba terbesar di negara ini semudah itu?"

"Akan ada banyak tumbal." Timpal Gembul.

Erick mengangguk, menyetujui apa yang Gembul katakan. Leon itu gegabah, bahkan seluruh anggota Malvori pun tahu betapa gegabahnya Leon disetiap tindakannya. Dia tidak seperti Takasi, bahkan cenderung lambat dan bodoh. Kalau saja dia bukan satu-satunya darah daging Takasi, semua orang pun tahu akan seperti apa hidup Leon berakhir.

Dan sekarang, Leon sedang berusaha menjadi Sang Raja di atas papan catur buatannya. Dengan menjadikan keadaan Malvori yang sudah tak lagi sekuat dulu, mengiming-imingi seluruh anggota Malvori dengan kekuasaan Malvori yang akan kembali seperti semula, Leon memulai rencana tololnya.

Bahkan tak cukup dengan memasok barang-barang haram itu ke negara ini untuk dia jual, kini Leon berencana memproduksi jenis Narkoba yang baru, bekerja sama dengan salah satu perusahaan farmasi di negara ini dan menjadikan perusahaan itu sebagai wadah bisnis barunya.

Leon juga mengajak beberapa aparat penegak hukum yang memiliki jabatan tinggi untuk mempermulus usahanya. Seakan-akan hal itu akan membuatnya menjadi manusia yang paling kebal terhadap hukum di dunia ini. Padahal, untuk menjadikan aparat hukum sebagai pelindung, Leon pasti harus menyerahkan banyak sekali orang sebagai tumbal pada mereka semua, yang akan dijatuhi hukuman setiap kali keadaan membuat mereka dan semua bisnis mereka terdesak.

"Sepertinya, Malvori akan berubah menjadi taman bermain untuk Leon." Dengus Erick sembari mencampakkan kertas-kertas di tangannya ke atas meja. Lalu ketika dia menemukan Gembul hampir saja menghabiskan seluruh makanan di mejanya, Erick menggulung kertas-kertas itu dan memukul kepala Gembul berkali-kali. "itu punya gue, Anjing! Kenapa lo abisin?!" teriaknya.

"Aduh, sori, Bos... sori." Gembul melindungi kepalanya dengan kedua lengannya yang besar.

Erick memandang sedih pada seluruh kotak bekal di mejanya dimana isinya sudah hampir habis tak tersisa. Seluruh kotak bekal yang Luna bawakan untuknya, yang membuat Erick bersiul senang sepanjang jalan menuju bengkel. Dan sekarang, isi kotak bekal itu sudah hampir habis.

"Ini dibuatin spesial buat gue..." keluh Erick dengan suaranya yang menyerupai rengekan.

"Memangnya dari siapa sih, Bos? Tumben banget bawa masakan seenak ini ke bengkel. Biasanya selalu makanan hambar yang dibawa."

Erick menatap Gembul lagi dengan tatapan tajamnya, dan ketika dia melihat Gembul mengusap-usap perut buncitnya yang semakin membuncit, bahkan mendengar suara sendawa Gembul yang menandakan jika lelaki bertubuh gempal itu sedang kekenyangan, Erick kembali merasa murka.

Apa katanya tadi? Makanan Hambar?

"Lo tahu nggak, masakan hambar itu siapa yang buat?" tanya Erick.

Gembul menggelengkan kepalanya.

Kini Erick menggeretakkan gigi-giginya. "Itu buatan gue!" teriaknya, lalu sejurus kemudian, Erick melompat dari kursinya untuk mencekik leher Gembul dengan penuh dendam kesumat. "Anjing ya, lo, Bul! Udah makanan dari Luna lo abisin, terus sekarang lo bilang kalau masakan gue nggak enak?! Mati lo, Bul, mati!"

LunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang