20 - PERASAAN ASING

26.1K 2.6K 253
                                    

KIWW AKU KAMBEKK!!

YANG KOMEN TAPI GAK VOTE TEGA!!

APALAGI YANG JADI SILENT READERS LEBIH TEGA!!

HAPPY READING!!

DON'T FORGET TO VOTE & COMMENT!!

DON'T FORGET TO VOTE & COMMENT!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mata adalah jawaban sebuah rasa. Ia tak bisa berbicara, namun bisa menguak sebuah fakta.

🍀🍀🍀

Bau obat-obatan mendominasi indera penciumannya di sepanjang jalan Zia melangkah menyusuri koridor rumah sakit. Gadis cantik nan imut itu tak henti tersenyum dan menyapa beberapa suster yang tersenyum ramah pada dirinya.

Karena terlalu sering berkunjung untuk menjenguk Geral, membuat Zia sedikit kenal dengan beberapa suster dan petugas rumah sakit yang kini berlalu lalang.

Sesampainya di depan pintu ruangan Geral, Zia langsung membukanya secara perlahan, disana sudah ada dokter wanita yang tengah mengecek keadaan sang sepupu.

"Selamat sore, dokter Rani," sapa Zia begitu ramah, tak lupa dengan senyum manis yang menghiasi wajah cantiknya.

Dokter Rani menoleh pada Zia yang masih menggunakan seragam sekolah lengkap juga . Senyumnya ikut mengembang kala melihat senyum Zia. Seolah senyuman Zia adalah magnet yang dapat menarik kedua sudut bibir itu untuk tersenyum otomatis.

"Sore, Zia," sahut dokter Rani.

"Kamu baru pulang sekolah?" tanyanya.

Zia mengangguk. "Iya, dokter."

Tungkainya bergerak mendekati dokter Rani yang sudah selesai dengan urusan. Disana terdapat tubuh Geral masih terbaring lemah di atas ranjang, membuat senyum Zia sedikit luntur.

"Gimana keadaannya, dok?"

Dokter Rani menggeleng samar. "Belum ada perubahan sama sekali, Cantik."

Zia hanya bisa menghela nafas pelan. Entah harus berapa lama lagi sepupunya harus terus terbaring tak sadarkan diri.

Sudah setengah tahun lamanya, namun masih belum ada tanda-tanda Geral akan siuman.

"Jangan pernah berhenti berdoa ya, kita doakan yang terbaik untuk Geral. Kita harus optimis bahwa Geral akan cepat sadar dan berkumpul lagi seperti sediakala," kata dokter Rani menasehati.

Zia dapat merasakan kedua bahunya di pegang dan mendapat sentuhan hangat dari dokter Rani.

"Kalau pun tuhan berkehendak lain, itu tandanya, tuhan sayang sama Geral. Kita harus bisa mengikhlaskan apapun yang terjadi suatu saat nanti," sambungnya.

Zia mengangguki ucapan dokter Rani sembari menggenggam tangan lemah milik Geral, seolah ia tak ingin terjadi apa-apa pada Geral untuk kedepannya.

Zia tak biasa jika tak ada Geral. Baru kali ini Geral meninggalkan Zia, dan menjalani hidup sendiri tanpa merepotkan sang sepupu.

AXELINO [ END ✓ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang