4.
Yuta mundur selangkah, setelah pertimbangan panjang akhirnya batal menjejakkan kakinya di lantai kayu jembatan gantung. Keringat bercucuran di dahi. Secara bergantian, bocah delapan tahun tersebut menatap antara arus deras sungai di bawah dan jembatan yang agak berayun.
Seandainya boleh menuruti kata hati, betapa ingin Yuta menumpahkan perasaannya detik ini dalam tangis.
Ia tidak mengira akan seburuk ini keadaannya. Jembatan yang mesti dilewatinya ternyata hanya ditopang tali! Sudah pasti tidak kuat, 'kan? Bagaimana kalau dia jatuh dan tenggelam ....
"Kamu takut?"
Yuta bisa saja mengangguk. Di hadapan orang ini, ia harusnya sama sekali tak perlu bersandiwara. Yuta tidak perlu menutupi apa pun karena bersamanya, Yuta selalu dibuatnya merasa aman.
Akan tetapi ... Akan tetapi setelah perbincangan dengan ayahnya kemarin, Yuta bertekad ingin menjadi lebih kuat. Lebih berani. Setidaknya cukup bisa diandalkan untuk melindungi orang ini.
Maka Yuta menggeleng―meski bintik keringat berkumpul di keningnya.
"Aku ... seorang alpha, 'kan? Alpha mana boleh takut," deru arus sungai hampir mengalahkan suaranya yang bergetar. "Tugasku melindungi Yongie. Mana bisa melindungi Yongie kalau menyeberang sungai saja tidak berani."
Segera setelah bilang begitu, Yuta dikagetkan oleh sentuhan di punggung tangannya. Ia lihat bahwa orang itu telah menggenggam tangannya. Jemari mereka bertaut.
Oleh sosok itu, ia disuguhi seuntai senyum lembut yang selalu dapat menenangkannya.
"Karena seorang alpha, Yukkuri jadi harus pasang badan menjaga semua orang, ya?" sosok indah itu merenung. "Kalau seperti itu ... siapa dong, yang bakal menjaga Yukkuri?"
"Eh?" bisik Yuta, tertegun.
Senyum bocah di sisinya jadi lebih lebar hingga mata cantiknya turut melengkung.
"Sudah kuputuskan! Biar aku saja. Sebagai yang lebih tua, aku yang bertugas melindungi Yukkuri. Jadi mulai sekarang kita harus saling jaga, ya?"
Yuta dibuatnya tak sanggup berkata-kata. Rasa haru melebur menghangatkan dadanya. Tanpa berkedip, ia pandangi bocah lelaki yang kini menariknya maju masih sembari bergandeng tangan.
"Ayo, sama-sama. Selama ada aku, kamu tidak perlu takut."
Ucapan itu menghapus segala keraguan di hatinya. Lantas Yuta tersenyum tipis, mengangguk. Akhirnya ia tapaki jembatan itu dan semua masih baik-baik saja sampai tiba-tiba dirinya tersedot kuat ke bawah, tak berdaya melawan gravitasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pandora's Legacy [ Jaeyu ]
FanfictionKalau jadi Pandora dan tahu itu hanya bawa petaka, apa kau akan tetap buka kotaknya? . Alpha pewaris takhta klan Jeong sedang terjepit dalam posisi sulit. Entah selanjutnya serangan datang dari mana, ia pun tak tahu. Satu-satunya jalan keluar adalah...