19.
Lee Yuta tidak takut gelap, sejak kecil seperti itu. Dia berbeda dari saudara kembarnya yang menangis kencang tiap kali listrik padam di rumah mereka. Dia tidak seperti Lee Taeyong, yang perlu dibujuk pakai cokelat dan pelukan untuk menenangkannya, selagi menunggu penerangan kembali menyala.
Kendati demikian, Yuta tidak pernah menganggap Taeyong lebih lemah darinya. Dia tahu bahwa takut itu perasaan yang wajar, ayahnya mengajarkan seperti itu.
"Tidak bisa lihat apa-apa kalau gelap, makanya seram," sungut Taeyong suatu kali ketika Yuta menyeka air matanya pakai sehelai tisu.
Yuta tidak sependapat, namun ia memaklumi. Bukankah manusia memang cenderung takut akan hal yang tak diketahui?
Lagipula, menurutnya, tidak masalah meski Taeyong takut gelap. Itu sisi menggemaskan dari saudara kesayangannya dan Yuta tak ingin itu berubah.
Taeyong tidak cocok dengan kegelapan, bagaimanapun. Bila melihat Lee Taeyong, siapa pun juga pasti sepakat. Omega satu itu ditakdirkan untuk bermandikan sinar matahari di padang bunga. Jiwa yang sejatinya terlahir untuk hidup di bawah cahaya.
Ada alasan mengapa mereka bersaudara kembar. Maka dari itu, Taeyong bisa menjadi sinar paling terang, dan Yuta akan senang menjadi bayangannya. Tidak masalah asal mereka selalu bersama.
Penyesalan harus menamparnya lebih dulu sebelum Yuta memahami itu.
"Aku pernah berpikir, kamu cocoknya meneruskan peternakan saja daripada ikut ke ibukota. Dibandingkan jadi budak korporat yang menghirup udara berpolusi, lebih sesuai untukmu menghabiskan hari di bawah matahari sambil memetik mawar yang kamu rawat di taman."
Yuta berpaling dari langit biru, kini menatap figur bersurai merah muda. Pemuda sebayanya itu asyik menyusun kuntum-kuntum bunga liar di rambut panjangnya.
Di sini, sepanjang tahun adalah musim semi yang hangat.
"Ternyata benar," sambung Yuta dan tersenyum. Begitu nyaman rasanya dapat tidur di paha Taeyong seperti ini. "Buktinya, setiap ketemu kamu, mataharinya selalu bersinar cerah."
Manik jernih Lee Taeyong bergulir menatap netra adiknya. Senyumnya yang cantik ada di sana. Senyum yang Yuta rindukan.
"Dan kamu? Kamu tidak mau menanam bunga di desa bersamaku, Yukkuri?"
Yuta berputar untuk melingkarkan lengannya di pinggang Taeyong. Wajah ia sembunyikan di perut sang omega. Jujur, aroma manis feromon saudaranya lebih baik dari ribuan bunga yang memenuhi padang tempat mereka berada.
"Aku mau. Aku mau, Yongie, selama itu kamu. Aku bersyukur sudah bangun dan menemukan kamu di sini," Yuta mengetatkan peluk. "Aku cuma ingin di sini saja selamanya."
Taeyong terkekeh kecil seolah Yuta habis bercanda, meskipun sang alpha sepenuhnya bersungguh-sungguh.
"Tidak boleh. Yukkuri tidak boleh tetap di sini. Kamu harus cepat bangun."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pandora's Legacy [ Jaeyu ]
FanfictionKalau jadi Pandora dan tahu itu hanya bawa petaka, apa kau akan tetap buka kotaknya? . Alpha pewaris takhta klan Jeong sedang terjepit dalam posisi sulit. Entah selanjutnya serangan datang dari mana, ia pun tak tahu. Satu-satunya jalan keluar adalah...