Interval

283 39 87
                                    

48

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

48.

Jika ia melemparkan bola basket ke papan pantul dengan sekuat tenaga seperti itu, sudah jelas bola hanya akan menghantam papan untuk kemudian terpental jauh. Yuta memicingkan mata dan meringis. Ia tadinya hanya ingin mencetak dua poin lagi sebelum pulang agar dapat menghadapi kelas olahraga minggu depan dengan lebih percaya diri, namun ternyata itu tak semudah kelihatannya.

Bola oranye itu seperti bocah nakal yang dengan jahil berlari pergi ketika Yuta mencoba mengejar. Ia menggelinding hingga sampai ke tengah jalan. Yuta―yang mengira dirinya hanya tinggal sendirian di sekolah―pun tak dapat menahan kaget saat seorang anak lelaki muncul menghentikan laju bola tersebut.

Anak lelaki tersebut juga sama kagetnya, terlihat dari bagaimana ia tertegun menatap bola sebelum mendongak. Dan langkah Yuta seketika terhenti.

Yuta bahkan tak menyadarinya ketika ia menahan napas.

'Tuhan ....'

Ia pasti berhalusinasi ....

Itu salah satu wajah paling rupawan yang pernah ia lihat. Jenis ketampanan yang tak hanya sebuah bawaan lahir namun juga terawat. Kulit anak itu seindah kelopak bunga magnolia. Bibirnya merah bagai dikecup senja. Dan di antara embusan angin sore, rambutnya yang lembut berayun hampir seperti berdansa.

'Matanya ....'

-Cepat-cepat Yuta menarik dirinya kembali ke dunia nyata sebelum keheningan canggung itu memanjang.

"Um, maaf," sengal Yuta seraya menyeka bulir keringat di dahi, "boleh tolong lemparkan bolanya?"

Si Tampan menatapnya beberapa lama sebelum mengangguk dan memungut bola. Yuta pun mendesah lega bercampur gugup.

Ia juga belum menyadarinya saat itu bahwa yang berhadapan dengannya adalah Jeong Jaehyun yang populer.

Yuta mengulurkan tangan menyambut bola yang anak itu gelindingkan di tanah. Lantas ia menatap sang alpha sambil menawarkan senyum manisnya. Sebuah senyuman yang langka, jika saja Jaehyun mengetahui.

"Terima kasih," serunya, lalu dengan penuh semangat berlari kembali ke lapangan.

Ah, betapa menggelikan. Hanya karena ditolong anak itu Yuta jadi senang sekali. Tampaknya dia lemah terhadap pemuda-pemuda berwajah tampan.

Namun ketika kemudian Jaehyun melangkah ke sisinya, ketika ia membawa bola yang barusan hampir mengenai kepalanya sembari berkata kepada Yuta "bukan begitu caranya" diiringi dahi berkerut―ketika ia memantulkan bola di lantai lapangan lalu menembakkannya ke ring dengan teramat anggun, dengan begitu mudah seakan ia terlahir untuk itu―Yuta dengan cepat menjadi tahu bahwa ternyata simpulan itu tidak sepenuhnya tepat.

Terpaku memandangi senyum berlesung pipi itu, pemahaman pun datang kepada Yuta sementara sinar mentari yang lembut seakan menyengat pipinya.

Pandora's Legacy [ Jaeyu ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang