32.
"Aku masih penasaran bagaimana kau sempat menyiapkan pasta baru untuk hidangan pesta―yang bahkan seenak buatan koki rumah kita," celetuk Jaehyun dari atas punggung Apollo, si kuda hitam, tatkala Yuta dan dirinya beriringan membelah hutan pinus malam hari. Derik jangkrik bersahut-sahutan seakan bernyanyi merayu rembulan yang bersinar terang di langit, sementara pucuk dedaunan saling membelit dalam tarian yang hanya mereka mengerti.
Itu ide Yuta. Ingin berkuda untuk menyegarkan pikiran, katanya. Ditegaskan pula bahwa harus sekarang juga, bukan besok pagi dan bukan pula setelah beristirahat. Setiap usaha Jaehyun untuk melobi sama sekali tak dipedulikan.
"Ah! Hampir lupa bilang," dihadapkan pada pertanyaan itu bikin si pirang menepuk dahi. "Gaji staf dapur dan koki bulan ini tolong dilipatgandakan ya, Jaehyun. Tadi mereka sudah sangat bekerja keras."
Jaehyun mengerutkan kening. Lentera besi yang ia pegang spontan diangkat supaya paras lelaki di sebelah terlihat lebih jelas.
Tunggu dulu ....
"Maksudmu yang memasak pasta dadakan tadi betulan kokiku?"
"Lo? Kau barusan bertanya, ya? Kukira sedang menyindir."
Sepasang netra Jaehyun berputar dramatis. Ia mengangkat satu tangannya dalam sikap menyerah. "Maaf sebelumnya ya, Yuta-ssi, tapi aku ini ingin berumur panjang. Buat apa aku memancing emosimu malam-malam di tengah hutan? Yang ada ...."
"Apa kau bilang?" timpal Yuta sok sengit. "Oi, tuduhanmu itu kelewatan, ya! Padahal hatiku lembut begini."
"Kata seseorang yang pernah melempar wajahku pakai bola basket."
"Hei!"
Tak mampu mempertahankan lagak tersinggungnya, Yuta tersenyum miring. Ia tinju lengan Jaehyun sedikit keras untuk membalas.
"Sialan. Aku akan membiarkanmu hidup kali ini karena gaji koki belum dibayar."
"Terima kasih pasta udang," gerutu Jaehyun, sambil mengusap-usap lengannya yang sakit betulan.
Jalan setapak itu diterangi sinar pucat rembulan yang tengah purnama, meliuk-liuk bagaikan sungai perak yang membelah hutan. Kedua alpha beserta kuda mereka berjalan di jalur itu. Mereka mengikuti jejak cahaya seekor kunang-kunang, yang kemudian menjadi sepasang, lalu dua pasang ... semakin dalam di rerimbunan hutan dan semakin mata mereka dimanjakan oleh ratusan pelita mungil yang dahulunya mungkin disebut orang sebagai "peri".
Pasangan itu menghentikan kuda mereka di pohon yang sama seperti terakhir kali. Memang tujuan mereka tepat di situ: telaga itu, yang seolah-olah memanggil-manggil mereka kembali. Malam ini ia menyuguhkan keajaiban yang berbeda, ketika kunang-kunang yang tak terhitung jumlahnya beterbangan di sekitarnya bagai mengadakan ritual cahaya suci.
Tanpa suara, kedua alpha menghampiri tepian telaga yang diperkokoh bebatuan hitam datar, lalu duduk di atasnya. Menonton pantulan sinar rembulan di air serta kelap-kelip kunang-kunang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pandora's Legacy [ Jaeyu ]
Fiksi PenggemarKalau jadi Pandora dan tahu itu hanya bawa petaka, apa kau akan tetap buka kotaknya? . Alpha pewaris takhta klan Jeong sedang terjepit dalam posisi sulit. Entah selanjutnya serangan datang dari mana, ia pun tak tahu. Satu-satunya jalan keluar adalah...