Ad Infinitum

697 40 253
                                    

58

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

58.

"—Setiap akhir pekan, aku berkunjung ke rumah Nenek. Kami memetik labu dan membuat pai labu bersama-sama. Aku sangat menyayangi Nenek. Ketika sudah besar nanti, aku ingin menjadi koki yang pandai membuat makanan enak seperti nenekku."

Gadis kecil yang berdiri di depan kelas menyudahi pembacaan karangannya. Dengan kemurnian seorang bocah berusia sembilan tahun, ia tersenyum lebar. "Dan sekian karangan dariku, terima kasih!"

Suasana kelas 2-1 terasa ceria diramaikan oleh tepuk tangan para siswa seperti itu. Dalam gestur anggun, gadis berkuncir dua tersebut pun membungkuk. Guru muda yang berdiri di dekat papan tulis ikut bertepuk tangan untuknya.

"Waaah, karangan yang bagus, Hyori-ya!" perempuan berambut bob mendekati muridnya. "Kerja bagus! Ternyata kamu punya hobi yang sama dengan Nenek, ya? Hyori dan Nenek paling suka memasak apa?"

"Terima kasih, Bu Guru!" pipi anak itu kemerah-merahan. "Saya paling suka memasak makanan barat seperti Nenek! Ah, dan kukis!"

"Itu keren sekali! Semoga Hyori bisa jadi koki hebat seperti Nenek, ya."

"Um! Terima kasih, Bu."

"Kalau begitu kamu boleh duduk," Bu Guru mempersilakan dengan ramah.

Hyori tampak puas dengan reaksi gurunya. Ia kini berjalan ke kursi disertai dada membusung. Sementara itu, Bu Guru tersenyum, lalu kembali menatap ke-20 siswanya secara menyeluruh.

"Nah, sekarang Ibu tunjuk lagi siapa yang selanjutnya akan membaca karangan ke depan, ya. Sebentar ..." tatapannya diedarkan—hingga sorotnya tertancap pada seorang siswa laki-laki berekspresi penuh semangat.

Dia pasti sudah tidak sabar ingin dipanggil, pikir Bu Guru geli.

"Maito, bisa ke depan dan bacakan karanganmu?"

"Baik!"

Menyanggupi itu, seorang bocah berwajah bulat melangkah lebar-lebar ke depan kelas.

Dengan percaya diri, anak itu kemudian berputar menghadap teman-temannya. Wajahnya sumringah. Pipinya yang tembam membulat lucu tatkala ia tersenyum.

"Maito," Bu Guru menatap wajah bocah beralis tebal itu dengan hangat, "untuk tema karangan hari ini, 'Yang Sangat Aku Sayangi', kamu menulis tentang apa?"

Maito menoleh kepada wanita itu dan nyengir lebar. Teman-temannya pun ikut menatapnya dengan penasaran. Sudah ada yang bercerita tentang penyanyi idola, binatang peliharaan, dan ada juga yang memilih anggota keluarga—seperti Hyori barusan; tetapi sejauh ini belum ada yang persis sama dengan punyanya.

"Saya menulis tentang kedua papa saya, Bu Guru," jawabnya bangga. Bu Guru mengangguk.

Setelah dipersilakan, Maito memegang kertas karangannya di depan dada. Bocah tampan berambut gelap itu menarik napas. Sesaat kemudian, suaranya yang jernih terdengar lantang bercerita.

Pandora's Legacy [ Jaeyu ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang