SANDYAKALA AMERTA : 15. HUKUMAN

41 3 1
                                    

***

Nayla melangkah pelan, menuju taman. Pikirannya kosong sekarang, dia benar-benar tidak bisa berpikir dengan jernih. Ia terlanjur kecewa pada Arka, bahkan Nayla merasa di bodohi oleh Arka. Bagaimana bisa cowok itu berlaku seolah ia adalah kekasihnya. Perlahan rasa sesak menyerang dadanya.

Nayla akui, Arka sangat baik padanya selama ini. Tetapi, Nayla tidak menduga jika Arka baik, karena perasaan cowok itu sendiri padanya. Nayla harus bagaimana? Ia terlanjur kecewa pada Arka meskipun begitu, Nayla juga tidak bisa menyalahkan Arka sepenuhnya. Karena benar, tidak ada yang bisa mengatur perasaan akan berlabuh kemana dan pada siapa.

“Gue harus gimana?” lirih Nayla pelan, satu bulir air mata menetes di pipinya. Inilah yang tidak Nayla sukai, ini pula alasan mengapa Nayla takut bertemu orang baru. Nayla takut jika suatu saat ia akan kecewa.

Untuk sekarang, Nayla hanya butuh waktu sendiri, ia tidak ingin di ganggu siapapun. Biarkan ia merenungkan semua ini, setidaknya ini bisa sedikit mengurangi perasaan kecewanya pada Arka. Kalian boleh memaki, jika Nayla lebay, namun memang beginilah adanya, nyatanya rasa kecewanya selalu menikam dan menghancurkan Nayla dari dalam.

Setelah cukup lama, dan ia merasa sedikit membaik, barulah ia beranjak dari sana menuju kelas. Setelah di kelas Nayla tidak mengatakan apapun, sepertinya Adel juga mengerti keadaannya, buktinya perempuan itu masih diam di tempatnya. Nayla mengeluarkan ponsel lalu, menyambungkan earphone selanjutnya yang ia lakukan adalah menyumpal telinganya. Mungkin cara ini bisa sedikit mengalihkan perhatiannya.

Di sisi lain sedari tadi Wildan memperhatikan Arka yang hanya mencoret-coret buku tulisnya. Tidak ada tulisan yang bisa dibaca, hanya ada coretan-coretan kecil. Wajah Arka juga tenang, tidak ada yang bisa Wildan baca dari ekspresi Arka. Sepertinya ini ada hubungannya dengan Nayla. Setelah tadi, Arka keluar dari kantin dan kembali ke kelas, yang di lakukan cowok itu hanyalah diam, tanpa mengatakan sepatah katapun.

“Ka, lo baik-baik aja?” tanya Wildan akhirnya, ia bosan melihat Arka yang terus diam, seperti sedang memikirkan sesuatu. Tetapi, Wildan tidak tau itu apa. Tampaknya temannya ini sedang memiliki masalah, dan masalah itu pasti berhubungan dengan Nayla.

“Gue oke, emangnya gue kenapa Dan?” tanya Arka kalem, menghentikan aktifitasnya, lelaki itu menegakkan punggungnya, sesekali ia melihat ke luar jendela, untuk mengalihkan perhatian.

Really? Dari tadi lo diam aja Ka. Kali aja, lo kesurupan hantu penunggu sekolah,” ucap Wildan ngawur, ya mungkin saja kan? Mengingat kalau mereka belum lama bersekolah di sini, mungkin saja penunggu sekolahnya merasa asing dengan mereka.

Arka menggelengkan kepalanya, mendengar ucapan ngawur Wildan, ada-ada saja pikirnya. “Gue gapapa Dan, gue juga gak kesurupan hantu penunggu sekolah.”

Wildan manggut-manggut di tempatnya, “Lo, sama Nayla lagi ada masalah?” tanya Wildan, namun Arka tetap tenang tidak ada yang bisa Wildan baca dari ekspresi Arka, tanpa Wildan ketahui di dalam sana, perasaan Arka tengah berkecamuk hebat, mencabik-cabik perasaannya.

“Gue suka sama Nayla.”

Satu kalimat yang meluncur dari mulut Arka, sukses membungkam mulut Wildan, sehingga mulut laki-laki itu terbuka lebar, membentuk huruf o. Meskipun begitu, Arka tetap dengan wajah tenangnya, tidak menunjukkan ekspresi apapun. Wildan berusaha menetralkan ekspresinya, kemudian laki-laki itu berdehem sebentar, guna menghilangkan kecanggungannya.

Sandyakala Amerta (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang