SANDYAKALA AMERTA : 28. PROMISE

35 2 0
                                    

***

Arka menoleh kala mendengar seseorang memanggilnya. Ternyata teman sekelasnya, “Kenapa?” tanya Arka pada seseorang yang berdiri di sampingnya dengan membawa sebuah buku, sedangkan Wildan hanya memperhatikannya saja.

“Lo, bisa jelasin gue soal yang ini gak? Soalnya, gue kurang ngerti,” ucapnya, menunjuk sebuah soal yang tidak di mengerti olehnya, Arka pun melihat soal itu. Kemudian Arka menyuruhnya untuk duduk. Wildan masih memperhatikan saja.

Kemudian, Arka pun menjelaskan soal tersebut, dengan rumus-rumus. Serta beberapa kali cowok itu memberikan contoh cara mengerjakannya, agar temannya itu mengerti cara penyelesaiannya. Temannya itu manggut-manggut mengerti, setelahnya ia mulai mengerjakan soal itu, beberapa kali, ia salah. Sehingga Arka harus membenarkannya, setelah beberapa kali, barulah temannya itu paham.

“Gimana? Paham kan?” tanya Arka setelah temannya itu selesai mengerjakan soalnya. Temannya itu mengangguk mengerti.

“Makasih ya, yaudah gue mau ke sana dulu,” ucapnya setelah Arka mengangguk barulah ia pergi, kembali ke tempat duduknya. Sebenarnya Arka, itu tidak terlalu pintar, tetapi juga tidak terlalu bodoh, ya laki-laki itu selalu masuk peringkat sepuluh besar. Wildan masih diam memperhatikan, sebenarnya ada yang sedang Wildan pikirkan, tetapi ia akan mengatakannya nanti saja.

Tak berapa lama, bell istirahat pun berbunyi. Arka melihat pergelangan tangannya, kemudian menoleh pada Wildan, “Dan, lo ke kantin gak?” tanya Arka.

Wildan menggeleng, “Lo aja, Ka. Gue mau ke Perpus,” ucap Wildan, Arka pun mengangguk setelahnya mereka melangkah beriringan keluar kelas sambil berbincang-bincang kecil.

Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan Adel dan juga Nayla. Mereka melangkah beriringan, dengan posisi Arka-Nayla, Adel-Wildan. Arka menghembuskan nafas lega, saat melihat Nayla, sepertinya perempuan itu lebih baik daripada tadi pagi. Sedangkan Wildan, pamit pada mereka semua, untuk ke Perpustakaan, karena ada buku yang sedang ia cari. Arka, Nayla dan Adel pun menyetujuinya. Diam-diam, Adel memperhatikan interaksi antara Arka dan Nayla.

“Keadaan kamu gimana?” tanya Arka menatap Nayla, mereka melangkah beriringan menuju kantin, Nayla balas menatap Arka.

“Jauh lebih baik,” jawabnya tersenyum, Arka lega mendengarnya, bagaimana tidak? Saat tadi pagi perempuan itu menangis hingga sembab, hal itupun membuat Arka sangat khawatir, tetapi syukurlah sekarang Nayla sudah merasa lebih baik. Arka menggenggam tangan Nayla, mengabaikan tatapan orang-orang.

Adel yang ada di belakang mereka geleng-geleng kepala melihat dua temannya ini. Apakah sekarang Adel sudah tidak terlihat sehingga mereka bermesraan di hadapannya? Diam-diam ia merutuki dirinya, kenapa ia tidak ikut Wildan saja tadi. Jadi, dia tidak perlu menjadi nyamuk dan melihat kemesraan yang ada di hadapannya ini. Benar ya, kata pepatah, orang yang sedang kasmaran itu, serasa dunia milik berdua.

“Nay, Ka,” panggil Adel, mereka berdua menoleh menatap Adel, satu alis Arka terangkat, sedangkan Nayla memasang ekspresi bingung.

“Kenapa, Del?” tanya Nayla akhirnya, sedangkan yang di tatap hanya memasang ekspresi yang sulit di artikan.

“Gue, mau nyusul Wildan, ada yang mau gue omongin sama dia. Kalian duluan aja ya,” ucap Adel tidak enak, Nayla pun mengangguk dan mempersilahkan Adel pergi, sementara Arka hanya ber oh-ria saja. Secepat kilat, Adel melesat menyusul Wildan. Setelah beberapa saat barulah perempuan itu tiba di perpustakaan, lalu mencari Wildan. Setelah menemukannya, Adel pun duduk di samping Wildan.

Sandyakala Amerta (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang