SANDYAKALA AMERTA : 30. TANPA KABAR

37 3 0
                                    

***

Nayla melangkah di koridor, perempuan itu hanya sendirian, tidak ada Adel ataupun Arka. Meskipun begitu, Nayla tidak peduli ia tetap melangkah sesekali bersenandung kecil, mengikuti alunan musik yang keluar dari earphonenya. Meskipun orang-orang menatap aneh padanya, tetapi Nayla tidak peduli dengan itu semua. Apa yang salah padanya? Toh dia hanya bersenandung mengikuti alunan musik.

Sepanjang perjalanan banyak yang menyapanya, Nayla pun balas menyapa, kadang tersenyum. Sebenarnya hanya teman-teman seangkatannya saja. Karena, Nayla belum terlalu mengenal wajah-wajah kakak kelas mereka. Meskipun sudah berbulan-bulan ia bersekolah di sini, tetap saja, ia belum terlalu mengenali mereka semua. Paling-paling Nayla hanya mengenali anggota OSIS, karena dulu mereka yang menjadi panitia MPLS.

Perempuan itu tiba di kelas, ternyata kelasnya masih sepi, karena memang hari masih terlalu pagi. Meskipun begitu, Nayla tidak masalah. Perempuan itu mengeluarkan ponselnya, untuk membuka aplikasi media sosialnya. Tidak ada chat yang masuk. Kemudian, Nayla memilih untuk membuka YouTube untuk menghilangkan kebosanannya. Sesekali perempuan itu tertawa melihat kelakukan konyol grup idol kesukaannya, Nayla merasa sangat terhibur dengan itu.

“Nay!” Tepukan di bahu Nayla membuat perempuan itu sedikit berjengit kaget. Nayla menoleh, ternyata itu Adel yang sudah ada di sampingnya. Karena dirinya terlalu fokus menonton sampai tidak menyadari kehadiran Adel.

“Ya, ampun, Del. Untung gue gak punya riwayat penyakit jantung,” ucap Nayla mengusap dadanya pelan. Adel itu suka sekali menjahilinya, entah itu membuat ia kaget ataupun meneriakinya di samping telinganya.

Perempuan itu terkekeh. “Lagian, lo sih pagi-pagi udah ketawa gak jelas. Emangnya lo lagi ngapain sih?” tanya Adel mengintip ke ponsel Nayla. Perempuan itu manggut-manggut, kala melihat Nayla yang sedang menonton reality show idol kesukaannya.

“Pantas aja, dari tadi gak sadar kalau ada gue,” ucap Adel maklum, sedangkan Nayla tersenyum tidak enak, kemudian mengangkat dua jarinya menjadi huruf v. Adel menggeleng melihat kelakuan Nayla. Sahabatnya ini bisa menjadi bar-bar dan kalem di saat yang bersamaan.

“Nay, ke rooftop yuk!” ajak Adel, perempuan itu menatap Nayla semangat, tetapi Nayla masih belum mengerti perempuan itu memiringkan kepalanya menatap Adel.

“Sekarang?” tanyanya kalem, ingin sekali rasanya Adel menggeplak Nayla, kenapa perempuan ini sangat lelet, padahal yang Adel tau, Nayla itu lumayan pintar, selama mereka kenal, Nayla itu selalu masuk peringkat lima besar dalam kelas mereka. Tetapi, kenapa Nayla bisa sangat lelet dalam memahami sesuatu.

“Enggak, Nay. Tahun depan,” kesal Adel. Sedangkan Nayla hanya beroh-ria saja, kemudian perempuan itu kembali melanjutkan acara nontonnya yang tertunda. Adel tidak habis pikir, kenapa ia bisa berteman dengan Nayla, bahkan Adel tidak ingat bagaimana cara perkenalan mereka. Sekonyol itu memang.

“Sekarang, Nayla Andara,” kesal Adel, perempuan itu kemudian menarik tangan Nayla, agar perempuan itu mengikutinya. Bahkan saat di perjalanan pun, sahabatnya itu masih sempat-sempatnya menonton. Adel, geleng-geleng di buatnya. Setelah beberapa saat barulah mereka tiba.

Pemandangan pagi dari atas rooftop cukup membuat Adel merasa puas. Perempuan itu menghirup udara pagi dalam-dalam, kemudian menghembuskannya pelan. Sementara Nayla sepertinya sudah selesai dengan acara nonton-nontonnya itu. Perempuan itu melangkah mendekati Adel, lalu melakukan hal yang sama. Menghirup udara dalam-dalam kemudian menghembuskannya. Nayla tertawa, membuat Adel menatap aneh ke arah Nayla.

Sandyakala Amerta (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang