SANDYAKALA AMERTA : 18. EARPHONE

45 4 2
                                    

***

Nayla melangkah di koridor sesekali bibirnya bersenandung mengikuti nada yang keluar dari earphone bluetoothnya. Perempuan itu terus melangkah tanpa menyadari ada seseorang yang ikut melangkah disampingnya. Nayla masih asik dengan dunianya, tanpa menyadari tatapan orang-orang yang ada di sana. Nayla katakan, dia tidak perduli.

Berbeda dengan Nayla, orang yang ada di sampingnya malah menampilkan ekspresi yang berbeda. Laki-laki itu terus tersenyum hingga meninggalkan tanda tanya di benak Adel dan Wildan yang ada di belakang mereka. Tetapi, mereka yakin, jika permasalahan yang melibatkan Arka-Nayla sudah selesai, terlihat jelas dari Nayla yang tidak menolak Arka di sampingnya.

Tiba-tiba saja sebuah ide jahil melintas di otak Arka. Laki-laki itu, melepaskan satu earphone dan menyumpalkan ke telinganya. Sontak saja, hal itu membuat Nayla kaget, dan menolehkan kepalanya. Nayla menatap tajam kepada Arka, sedangkan yang di tatap hanya tersenyum jahil. Entah mengapa ekspresi Arka itu sangat menyebalkan di mata Nayla.

“Arka, lo ngapain?” tanya Nayla mencoba melepaskan satu earphone yang ada di telinga Arka. Laki-laki itu menghindar dari Nayla.

“Gue dengerin musik, Nay,” ucap Arka kalem, tanpa memperdulikan ekspresi Nayla yang sedang menahan kesal. Perempuan itu masih berusaha untuk menggapai salah satu earphone yang ada di tangan Arka.

“Arka, balikin.” Nayla menggapai-gapai tangan Arka, cowok itu sengaja mengangkat tangannya sehingga sangat sulit bagi Nayla untuk mengambilnya. Bagaimana tidak? Tinggi Nayla itu hanya sebatas dada Arka saja.

“Ambil aja kalau bisa.” Arka mengangkat tangannya tinggi-tinggi, tanpa perduli ekspresi Nayla yang ingin memakannya hidup-hidup.

Bahkan, mereka berdua menjadi pusat perhatian sekarang. Tetapi, baik Arka maupun Nayla tidak memperdulikan itu, seperti kata pepatah ‘Dunia serasa milik berdua.’ Sedangkan Adel hanya menatap cengo kepada mereka berdua dalam pikir Adel sekarang, sejak kapan mereka menjadi sedekat itu?

Berbeda dengan Adel, Wildan justru merasa senang. Akhirnya mereka berdua berteman lagi, meskipun Wildan tau, jika Nayla belum bisa menerima Arka. Tetapi, Wildan bersyukur setidaknya, Nayla tidak menolak kehadiran Arka lagi. Wildan hanya berharap yang terbaik untuk mereka berdua. Karena, bagaimanapun juga mereka berdua sama-sama temannya.

“Arka, lo kok tinggi banget sih,” keluh Nayla kepada Arka, cowok itu menggeleng mendengar ucapan Nayla barusan, sementara perempuan itu masih berusaha mengambil earphone yang ada di tangannya.

“Bukan gue yang ketinggian, lo nya, aja yang kependekan,” ledek Arka, Nayla menatap Arka masam. Ya, memang Nayla tau itu, tapi kan, memang Arka yang terlalu tinggi. Bahkan, jika Arka dan Wildan di sandingkan, masih tinggi Arka.

“Tinggi itu ke atas Nay, bukan ke samping,” ejek Arka lagi, sontak saja hal itu membuat Nayla menatap Arka tajam, Apa katanya, apa barusan Arka mengatakan jika Nayla lebar?

“Maksud lo, gue lebar gitu? Mata lo aja yang sawan, body gue yang kaya Lisa Blackpink gini kok, di bilang lebar,” ucap Nayla misuh-misuh, kemudian Arka memberikan earphone itu pada Nayla. Tapi yang membuat Nayla kaget adalah tangan Arka yang ada di pipinya, sehingga bibir Nayla menjadi manyun seperti huruf o.

“Denger, Nay. Mau badan lo, lebar kek. Kaya Lisa Blackpink kek, gue gak peduli Nay. Gue cuman suka sama lo,” ucap Arka, di belakang sana, Adel sudah menganga, apa barusan Arka menyatakan perasaanya?

Sandyakala Amerta (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang