SANDYAKALA AMERTA : 22. BUKIT SENJA

34 3 2
                                    

***

Sepanjang perjalanan hanya keheningan yang menyapa mereka. Nayla dengan kebingungannya, dan Arka dengan kecanggungannya. Jalanan sore ini terlihat cukup ramai, karena ini adalah jam pulang sekolah dan jam pulangnya pekerja kantoran. Perempuan itu tidak memakai almameter sekolahnya, karena Arka tau, Nayla bolos. Laki-laki itu memberikan jaketnya agar menutupi seragam sekolah Nayla. Sedangkan cowok itu hanya memakai kaos hitam polos.

Sesekali Arka melihat Nayla di balik helmnya melalui kaca spion. Sebenarnya ia sedang memikirkan sesuatu. Sesuatu yang mungkin akan merubah hidupnya, untuk ke depan. Tekad Arka sudah bulat, setelah ini ia berjanji akan mengakhiri semuanya. Setidaknya cara inilah yang bisa ia lakukan, untuk membebaskannya. Sebenarnya sedari tadi Nayla menyadari jika laki-laki yang ada di hadapannya ini terus menatapnya. Tetapi ia lebih memilih mengacuhkannya.

Setelah setengah jam perjalanan akhirnya mereka tiba di suatu tempat. Tempat ini sangat ramai, Nayla tidak mengerti kenapa Arka membawanya kesini. Tetapi, meskipun begitu ia tetap turun mengikuti Arka. Nayla memperhatikan sekitar, tempat ini cukup bagus. Banyak pasangan muda-mudi seperti mereka yang mengunjungi tempat ini.

“Lo mau pesan apa, Nay?” tanya Arka memberikan buku menu pada perempuan itu. Nayla melihat tulisan-tulisan di buku menu itu.

“Kentang goreng, terus minumnya hot chocolate,” ucap Nayla pada pelayan cafe yang berdiri tidak jauh dari mereka. Pelayan itupun mencatat pesanan Nayla.

“Saya samain aja,” ucap Arka pada pelayan cafe setelahnya, pelayan itu membacakan pesanan mereka.

“Ada lagi, Kak?” tanya pelayan itu, Arka menoleh pada Nayla, perempuan itu menggeleng sebagai jawaban. Setelahnya pelayan cafe itupun pergi.

“Kenapa lo bolos, Nay?” tanya Arka menatap perempuan yang ada di hadapannya ini. Meskipun penampilannya terlihat acak-acakan, namun tetap saja bagi Arka, Nayla itu cantik.

“Gue nyari lo lah. Kata Alia, lo gak pulang ke rumah,” jelas Nayla, benar kan? Ia sama sekali tidak berbohong. Sedangkan Arka yang ada di depannya hanya terkekeh melihat wajah kesal Nayla. Sepertinya perempuan itu sudah kembali seperti sedia kala, lihat saja. Nada suaranya pun sudah berubah, tidak seperti tadi. Arka hanya ber oh-ria saja.

Tak berapa lama pesanan mereka pun datang. Setelahnya mereka makan dalam keheningan, sebenarnya hanya Nayla yang makan, sedangkan Arka hanya melihat saja. Cowok itu tidak lapar, dalam keheningan Arka memperhatikan Nayla sesekali bibirnya tertarik ke atas melihat cara Nayla makan. Arka tau, perempuan itu pasti lapar. Bagaimana tidak? Perempuan itu datang dengan wajah pucat bahkan sempat pingsan.

Sebenarnya saat itu ia ingin membawa Nayla ke klinik jika saja perempuan itu tidak sadar. Tetapi, syukurlah perempuan itu tidak apa-apa. Ia juga ingin membawa Nayla untuk makan, tetapi melihat Nayla yang terus menangis membuat Arka bingung harus melakukan apa. Tidak mungkin ia membawa Nayla dengan keadaan yang menangis sesenggukkan, bisa-bisa ia, di tuduh melakukan hal yang tidak-tidak.

“Lo gak makan?” tanya Nayla saat menyadari Arka hanya menatapnya, bahkan cowok itu tidak menyentuh makanannya sama sekali. Apakah ada yang salah dengan dirinya hingga membuat Arka terus menatapnya?

Arka menggeleng, “Gue gak laper, Nay.” Nayla hanya ber oh-ria saja, tak berapa lama perempuan itu selesai makan. Setelahnya, ia mengambil alih makanan Arka, dan mengambil sepotong kentang.

“Makan,” Nayla memberikan sepotong kentang pada Arka, tetapi cowok itu masih diam, membuat Nayla kesal, “Buka mulut lo, gue suapin, Arka.” Setelahnya barulah cowok itu membuka mulutnya, begitu seterusnya hingga makanan yang ada di piring Arka habis.

Sandyakala Amerta (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang