SANDYAKALA AMERTA : 21. DANAU

36 3 0
                                    

***

“Arka.”

Arka menoleh laki-laki itu kaget karena melihat Nayla yang ada di belakangnya dengan penampilan yang acak-acakan. Tidak sampai di situ, yang membuat Arka kaget, perempuan itu tiba-tiba memeluknya erat dan menangis. Sebenarnya Nayla kenapa? Kenapa perempuan itu ada di sini?

“Are you okay?”  Arka berusaha menenangkan perempuan itu, dengan mengusap surainya pelan. Nayla tidak menjawab sepatah katapun, hanya terus menangis mencengkram bajunya kuat. Setelah beberapa saat di posisi itu, Arka merasa pelukan Nayla mengendur, cengkraman tangannya juga tidak sekuat tadi. Arka merasa kalau tubuh Nayla semakin berat.

“Nayla,” panggil Arka berusaha melepaskan pelukannya, betapa kaget dirinya saat melihat tangan Nayla, menjuntai lemah di samping tubuhnya, perempuan itu hampir saja terjatuh, jika Arka tidak menahannya.

“Nayla.” Arka menepuk-nepuk pipi Nayla, tetapi perempuan itu tidak kunjung sadar. Sebenarnya ada apa? Apa yang terjadi? Semua pertanyaan itu terus berputar di benak Arka, layaknya kaset rusak. Arka tak kehabisan akal, laki-laki itu mencari sesuatu agar membuat Nayla sadar.

Laki-laki itu melihat tas Nayla, kemudian mengambil botol minuman yang ada di tas perempuan itu, Arka menumpahkan sedikit ke tangan, kemudian membasahi wajah perempuan itu. Arka menghembuskan nafas lega, kala Nayla mulai sadar dari pingsannya.

“Arka.” Nayla kembali memeluk Arka seakan-akan jika ia melepaskannya, laki-laki itu akan hilang dalam sekejap mata. Arka tidak habis pikir di buatnya, sungguh Arka masih tidak mengerti dengan semua ini.

“Ssstt, semuanya akan baik-baik aja, Nay. Tenangin diri lo,” ucap Arka mengusap surai perempuan itu, setelah Arka merasa Nayla mulai tenang, barulah ia melepaskan pelukannya. Bahkan, perempuan itu masih terisak dengan sisa-sisa tangisnya.

“Lo baik-baik aja?” tanya Arka menatap perempuan itu cemas, bagaimana tidak? Perempuan itu datang dengan penampilan acak-acakan lalu menangis, sampai tidak sadarkan diri.

Nayla menggeleng, ”G-gue takut, Arka.” Bahkan perempuan itu sekarang kembali menangis, Arka benar-benar tidak mengerti. Apa yang membuat Nayla seperti ini? Setahu Arka, semalam perempuan itu baik-baik saja.

“Tenang Nayla, ada gue di sini. Lo gak perlu takut lagi, oke?” Arka memberikan sapu tangan pada Nayla, guna untuk mengusap jejak air mata perempuan itu. Nayla pun mengambilnya, tanpa mengatakan sepatah katapun. Arka memberi waktu agar perempuan itu sedikit tenang.

“Sebenarnya ada apa, Nay?” tanya Arka kala melihat Nayla sudah tenang, perempuan itu juga tidak menangis lagi. Nayla menggeleng sebagai jawaban, setiap Nayla menutup mata, bayangan-bayangan Arka meninggalkannya selalu datang, layaknya mimpi buruk bagi Nayla.

Tidak kehabisan akal, Arka mengganti pertanyaannya, “Lo kenapa bisa ada di sini? Ini masih jam sekolah Nay, dan ini,” Arka menunjuk seragam sekolah Nayla. “Lo bolos?” tanya Arka lagi.

“Lo kenapa gak bisa di hubungi dari semalam, Arka?” Bukannya menjawab perempuan itu malah balik bertanya. Nayla menatap Arka tajam dengan tatapan yang menuntut jawaban.

“Ponsel gue mati, Nay. Gue, juga lupa charger.” Sebenarnya itu hanya alasan Arka, karena pada faktanya laki-laki sengaja mematikan ponselnya, agar tidak ada yang mengganggunya, Arka hanya butuh waktu untuk sendiri.

Sandyakala Amerta (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang