***
Hembusan angin menerbangkan rambut Nayla yang di gerai. Perempuan itu menghirup udara dalam-dalam, perlahan menghembuskannya. Terus seperti itu hingga berulang kali. Matanya menatap jauh pemandangan kota yang ada di hadapannya. Ia diam beberapa saat, bingung harus memulai darimana. Sedangkan orang yang ada di sampingnya masih menatap pemandangan yang ada di hadapannya.
"Arka," panggil Nayla menoleh, menatap laki-laki yang ada disampingnya. Arka menoleh pada Nayla, menunggu Nayla melanjutkan perkataannya. Perempuan itu membasahi bibirnya.
Nayla memejamkan matanya, "Y-yang nelpon aku tadi ... Dimas, Arka." Nayla tidak berani menatap Arka takut laki-laki itu akan marah padanya, Nayla memilih menunduk.
Satu sudut bibir Arka terangkat ke atas. Sebenarnya tanpa Nayla katakan pun, Arka sudah tau. Hanya saja, ia ingin mengtes kejujuran Nayla, apakah perempuan itu akan mengatakan padanya, atau tidak. Ternyata, perempuan itupun mengatakannya. Ternyata, laki-laki itu masih berusaha menghubungi Nayla, setelah apa yang terjadi sebelumnya.
Arka mendekati Nayla dan mengangkat dagu perempuan itu, "Jangan pernah menundukkan kepala kamu di hadapan orang lain, Nay. Atau, nanti orang lain, akan nginjak harga diri kamu," ucap Arka lembut.
"J-jangan marah, Arka." Arka terkekeh mendengar ucapan Nayla, apa perempuan itu pikir, dirinya akan marah? Arka menggeleng, ada-ada saja.
"Nay, aku gak marah sama kamu," ucap Arka, Nayla pun menatap Arka dengan tatapan, yang sulit di artikan. Benarkah laki-laki itu, tidak marah padanya? Tapi kenapa?
Pertanyaan-pertanyaan itu masih memenuhi kepala Nayla. Apa setelah ini Arka akan langsung memutuskannya? Lalu pergi meninggalkannya? Tidak, tidak. Itu konyol sekali, Arka tidak akan mungkin melakukan itu. Tapi, jika Arka benar-benar melakukannya bagaimana? Tidak, Nayla belum siap untuk itu. Nayla menggeleng pelan, menghilangkan pikiran buruk, apa yang baru saja ia pikirkan?
"Arka, aku akan ceritakan semuanya ke kamu," ucap Nayla pada akhirnya. Nayla tidak ingin jika Arka akan salah paham padanya, lalu pergi meninggalkannya. Nayla tidak ingin itu terjadi.
"Saat itu ...." Ingatan Nayla menerawang jauh pada kejadian satu setengah tahun lalu. Saat semuanya menjadi sangat menakutkan bagi Nayla.
SMP Tunas Bangsa, tempat Nayla bersekolah dan tempat Nayla bertemu seseorang yang ia cintai, dulu, yaitu Dimas. Saat itu, Nayla berpikir bahwa yang namanya cinta itu indah, tetapi Nayla tidak menyadari jika cinta itu juga pembodohan. Nayla dan Dimas tidak sengaja bertemu saat acara ulangtahun sekolah mereka. Saat itu, Dimas selaku anggota osis sedang menyiapkan suatu keperluan untuk ulangtahun sekolah mereka. Tanpa sengaja, Dimas terjatuh karena barang yang ia bawa sangat banyak.
Nayla yang ada di sana pun menawarkan bantuan. Dengan senang hati Dimas menerimanya. Dari sana, kisah mereka di mulai. Dimas meminta nomor telepon Nayla untuk bertukar kabar, dan Nayla pun tidak keberatan akan hal itu. Seiring berjalannya waktu hubungan mereka semakin dekat, hingga pada akhirnya benih-benih cinta pun tumbuh di hati Nayla. Hingga suatu hari, Nayla nekat untuk mengungkapkan perasannya pada, Dimas.
Laki-laki itu menolaknya, dan menganggap Nayla hanya sahabatnya. Meskipun begitu, Nayla tidak marah pada Dimas, perempuan itu hanya sedikit kecewa, Nayla pikir selama ini hubungan mereka sangat dekat. Namun, Nayla tidak menyadari jika ada yang lebih dekat darinya yaitu, Alika. Teman seangkatan Nayla.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sandyakala Amerta (Selesai)
Fiksi RemajaJangan lupa follow sebelum baca || A story teenfiction by @sriwahyyuni9 #RadenwijayaSeries4 Nayla Andara. Perempuan yang dikenal friendly dan juga ramah. Sayangnya, karena luka dimasalalu, membuat Nayla tidak mudah percaya pada orang lain, termasuk...