SANDYAKALA AMERTA : 35. DIA TIDAK PERDULI

29 5 0
                                    

***

"Nay apa maksud lo? Lepasin cutter itu Nay, bahaya." Arka melangkah mendekati Nayla, perempuan itu melangkah mundur.

"Berhenti, Arka," ucap Nayla dengan suara tinggi, tetapi Arka tetap melangkah mendekati perempuan itu. Nayla semakin mendekatkan cutter itu dengan tangannya. Tetapi kaki Nayla tersandung hingga ....

Srettt

"A-Arka." Cairan kental berwana merah mengalir di tangan laki-laki itu, spontan Nayla menjatuhkan cutternya. Perempuan itu menghampiri Arka dengan cepat Nayla mengeluarkan sapu tangan dan mengikatnya di tangan Arka, agar pendarahannya berhenti. "M-Maaf, Arka. Ini salah aku." Bibir perempuan itu bergetar menahan tangis, andai tadi ia tidak nekat, maka Arka pasti tidak akan terluka seperti ini, harusnya ia mendapatkan luka itu, kenapa harus Arka. Kenapa laki-laki itu harus menolongnya?

"Nay, gue gak papa," ucap Arka menenangkan Nayla tetapi perempuan itu menggeleng.

"Gapapa gimana Arka? Tangan kamu luka, dan itu karena aku," jawab Nayla sedikit tinggi, perempuan itu menatap kedua tangannya, harusnya ia yang mendapatkan luka itu, bukan Arka. Nayla kembali meraih cutter yang ada di sampingnya perempuan itu ingin melukai tangannya sendiri tetapi dengan cepat Arka menjatuhkan pisau itu dari tangan Nayla, kemudian membuangnya jauh.

"Lo gila? Lo mau mati hah?" bentak Arka keras, Nayla menunduk mendengar bentakan Arka, ini adalah kali kedua laki-laki itu membentaknya. Nayla tidak mengeluarkan sepatah katapun hanya diam tetapi perempuan itu menangis, sakit karena di bentak oleh Arka, serta marah pada dirinya sendiri karena telah melukai cowok itu, kenapa ia bisa kehilangan kendali seperti ini.

Arka menghembuskan nafas pelan saat ia sadar telah membentak perempuan itu, hampir saja ia lepas kendali dan memaki perempuan yang ada di hadapannya ini, dengan sebelah tangannya, Arka menarik perempuan itu dalam dekapnya. "Maaf, Nay." Maaf untuk semuanya, maaf aku nyakitin kamu, Nay. Maaf aku belum bisa menjaga kamu dengan baik. Setelah ini, aku harap semuanya baik-baik aja, Nay. Kata-kata itu hanya mampu Arka ucapkan dalam hatinya, laki-laki itu mengusap surai Nayla pelan. "Tenangin diri lo, Nay. Semuanya pasti akan baik-baik aja." Nayla tidak mengatakan apapun, tetapi perempuan itu menangis, mencengkram kuat seragam Arka, menyalurkan semua rasa sakitnya.

Diam-diam Arka menahan rasa sakit di tangannya, sepertinya luka ini cukup dalam. Bahkan, sekarang darahnya merembes keluar, sehingga sapu tangan yang semula berwarna putih menjadi merah. Tetapi, tetap saja ia memasang wajah tenang, agar Nayla tidak khawatir lagi. Nayla melepaskan pelukannya kala Arka semakin kuat mencengkram seragamnya. Nayla melihat wajah Arka yang memucat, kemudian ia melihat tangan Arka sapu tangan yang tadi ia ikat sudah berubah warna.

"A-Arka, tangan kamu, darahnya masih keluar. Kita harus ke UKS Arka." Nayla membantu Arka berdiri, tetapi belum sempat mereka melangkah Arka tidak sadarkan diri. "Arka!" teriak Nayla, ia tidak mungkin memapah Arka sendirian, karena itu akan memperlambat mereka. Kemudian Nayla mengeluarkan ponselnya, mendial nomor seseorang yang bisa membantunya.

"H-Hallo, Dan. Tolongin gue, A-Arka pingsan cepet kesini, gue di taman." Setelah mengatakan itu sambungan telepon ia putuskan secara sepihak, tak berapa lama Wildan datang bersama Adel, ia sangat kaget melihat keadaan Arka. Namun ia tidak langsung bertanya, karena saat ini Arka membutuhkan pertolongan segera.

Nayla membantu Wildan memapah cowok itu, untungnya koridor sepi sehingga mereka bisa membawa Arka cepat, setelah beberapa saat barulah mereka sampai di UKS. Wildan dan Nayla membaringkan cowok itu di brankar, kemudian Wildan memanggil dokter yang ada di sana. Dokter pun memeriksanya.

Sandyakala Amerta (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang