SANDYAKALA AMERTA : 17. BIAS VS ARKA

40 4 1
                                    

***

Nayla masih terdiam dengan tatapan kosong. Ia masih mencerna kata-kata Arka beberapa saat lalu. Apa artinya selama ini, Nayla yang tidak mengerti Arka? Cowok itu berkali-kali ingin memberi tau perasaannya, tetapi Nayla menganggap itu hanyalah sebuah candaan semata. Apakah yang di katakan Arka saat di taman sekolah itu juga benar?

Nayla memijit pelipisnya pelan, semua ini terlalu sulit untuk ia percaya, dan terlalu sulit untuk ia terima. Arka tidak salah sepenuhnya, laki-laki sudah berusaha untuk jujur tetapi Nayla mengabaikannya. Sekarang apa yang harus Nayla lakukan? Arka yang melihat Nayla sedikit tertekan pun, mengusap surainya pelan.

“Jangan berpikir terlalu keras, Nay. Semuanya pasti bakal baik-baik aja.” Nayla menoleh pada Arka, kalau ia pikir-pikir selama ini, ia sudah banyak berhutang kebaikan pada Arka. Bahkan, dari saat pertama mereka bertemu satu tahun lalu.

“Maaf, Arka,” sesal Nayla pelan, tetapi masih bisa di dengar oleh Arka, laki-laki itu menaikkan sebelah alisnya, tidak mengerti ucapan Nayla.

“Maaf buat apa? Lo gak ada salah sama gue, Nay. Justru gue yang banyak salah sama lo.” Nayla hanya menggeleng sebagai jawaban, tanpa mau mengatakan sepatah katapun.

“Jadi, kita masih teman?” tanya Arka tersenyum menatap Nayla, perempuan itu mengangguk, membenarkan. Kemudian, Nayla mengulurkan tangannya dan di sambut hangat oleh Arka.

“Teman,” ucap mereka bersamaan lalu mereka berdua tertawa. Arka tertawa lemah ia lega, akhirnya Nayla mau memaafkannya, dan menganggapnya sebagai teman lagi. Tak berbeda jauh, Nayla pun sama. Sudah Nayla katakan, dirinya tidak mau kehilangan orang baik lagi untuk yang ke sekian kalinya.

Kemudian Arka menoleh ke sekitar, menatap kamar Nayla yang bernuansa abu-abu. Kemudian, Arka menoleh pada Nayla menimbang-nimbang, apakah ia harus bertanya atau tidak? Arka berdehem sebentar untuk menghilangkan kecanggungannya.

“Nay,” panggil Arka pelan, Nayla menoleh menatapnya, menunggu Arka melanjutkan perkataannya. Arka membasahi bibir bawahnya, gugup itulah yang ia rasakan.

“Itu, poster yang ada di kamar lo ....” Arka menggantungkan perkataanya, Nayla menaikkan sebelah alisnya, menatap poster miliknya bergantian dengan Arka.

“Poster di kamar gue, kenapa?” tanya Nayla tidak mengerti, Nayla rasa tidak ada yang salah dengan poster miliknya. Semuanya baik-baik saja, lalu kenapa?

“Itu, poster cowok yang kepalanya plontos terus pegang cangkir, cowok lo?” tanya Arka menunjuk sebuah poster yang cukup besar di antara poster yang lain. Nayla masih diam di tempatnya dengan tatapan yang sulit di artikan, Arka was-was menunggu jawaban Nayla, apakah laki-laki yang ada di poster itu, pacarnya Nayla? Saingannya?

1 detik

2 detik

3 detik

“Hahahaha,” tawa Nayla pecah seketika, apakah Arka sedang cemburu pada biasnya? Sedangkan Arka menatap aneh sekaligus bingung pada Nayla. Apakah ada yang lucu, atau Arka baru saja salah ucap?

“Lo lucu banget sih,” ucap Nayla di sela-sela tawanya, bahkan Nayla sampai sakit perut karena mendengar ucapan Arka barusan. Perlahan Nayla menghentikan tawanya, kemudian perempuan itu mengambil sesuatu dari laci rias miliknya dan membawanya ke hadapan Arka.

“Arka, lo bener, dia pacar gue,” ucap Nayla dengan tatapan serius, bermain-main sedikit sepertinya tidak apa, kapan lagi ia bisa melihat ekspresi konyol Arka, dan benar saja wajah cowok itu berubah pias, wajah cowok itu masam.

“Dia, beneran cowok lo?” tanya Arka kelu, Arka merasa insecure dengan jawaban Nayla. Cowok yang ada di poster itu jika di bandingkan dirinya, akan kalah jauh, Nayla mengangguk mantap. Tanpa Arka tau, Nayla mati-matian menahan tawanya.

Sandyakala Amerta (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang