SANDYAKALA AMERTA : 39. MASIH MENCINTAINYA

39 4 0
                                    

***

“Semuanya apa yang pernah lo katakan, bohong, Arka.” Nayla berontak melepaskan kedua tangan Arka di bahunya, hingga pegangan Arka terlepas, setelahnya Nayla turun dan melangkah pergi, tetapi sebelum ia keluar Nayla menghentikan langkahnya.

“Makasih, gue harap setelah ini semuanya benar-benar berakhir Arka. Gue harap ini terakhir kalinya, lo nolongin gue.” Perempuan itu mengatakannya tanpa repot menoleh ataupun berbalik, setelahnya ia melangkah keluar UKS menuju kelasnya. Meninggalkan Arka yang masih diam di tempatnya, menatap gamang kepergian Nayla. Nada suara Nayla barusan, sangat terasa asing di telinganya. Tidak ada cinta dan kelembutan, hanya ada raut datar dan nada kebencian?

Apakah sekarang perempuan itu benar-benar membencinya? Bahkan perempuan itu tidak mau menatap wajahnya. Apakah sebegitu hebat dia menyakiti perempuan itu, hingga membuatnya berubah drastis?  Bahkan sekarang Arka tidak mengenalinya, kemana perginya Nayla yang dulu ia kenal? Nayla yang ceria, Nayla yang menjadi cerewet saat ia menyukai sesuatu. Bahkan, perempuan itu tidak lagi tertawa ataupun tersenyum saat membahas hal-hal yang dulu ia sukai. Kemana Nayla yang selalu menatapnya dengan cinta? Sekarang mata itu hanya menatapnya dengan penuh kebencian. Maafin, aku Nay, kata-kata itu hanya ia ucapkan dalam hatinya.

Nayla melangkah dengan pelan, bertumpu pada dinding koridor, ia tidak ke kelas melainkan ke toilet. Perempuan itu mengunci pintu toilet dari dalam, Nayla meluruh di balik pintu, memegang dadanya yang terasa sesak. Kenapa Arka masih peduli padanya? Apa yang sebenarnya laki-laki itu inginkan darinya? Ia sudah berusaha untuk menjauhi laki-laki itu, tetapi semesta seakan tidak mengizinkan itu. Harus bagaimana ia sekarang? Ia tidak menyukai ini, ia tidak menyukai dirinya yang sekarang, Nayla merasa menjadi pengecut yang berlindung di balik topeng kebenciannya. Ia takut, menatap wajah Arka, ia takut menatap mata laki-laki itu. Ia takut mengetahui mata Arka yang tidak lagi mencintainya, ia takut akan jatuh pada lubang yang sama, untuk kesekian kalinya.

Nayla membenci Arka tetapi, ia juga mencintai laki-laki itu di saat bersamaan. Luka yang Arka berikan tidak sebesar dengan perasaannya pada laki-laki itu. Nayla benci ini, ia membenci fakta bahwa ia masih mencintai laki-laki itu. Perasaan ini seakan menjadi obat dan racun di saat yang bersamaan. Obat yang bisa menyebuhkannya, namun juga bisa menjadi racun yang membunuhnya. Nayla membenci dirinya sekarang, kenapa dulu ia harus merasakan ini pada Arka? Kenapa rasanya harus sesakit ini, bahkan ia mau mati rasanya.

Di sisi lain seseorang sedang menuju suatu tempat, seseorang itu menuju gudang belakang sekolah. Di sana sudah ada seseorang yang menunggunya, berdiri dengan posisi membelakanginya. Seseorang yang tadi menunggunya berbalik, kala mendengar langkah kaki mendekat. Ia tersenyum, akhirnya yang ia tunggu sudah tiba. Sekarang informasi apa lagi yang ia bawanya.

“Sorry lama, soalnya aku nunggu keadaan sepi,” ucapnya saat berdiri di hadapan seseorang yang tadi menunggunya, seseorang yang ada di hadapannya tersenyum mengangguk.

“Ada lagi, informasi yang kamu dapatkan?” tanyanya, seseorang yang di tanyai pun mengangguk, namun ekspresinya sangat kentara sekali, informasi apa yang sebenarnya perempuan itu dapatkan?

“Ini informasi yang penting buat kita, karena informasi kali ini, berhubungan sama Arka,” ucapnya setelah lama diam, seseorang yang ada di depannya kaget, serta tidak mengerti dengan maksud seseorang yang ada di hadapannya ini. Seseorang yang tadi mempunyai informasi pun menghela nafas kemudian menghembuskannya pelan.

Dia sama Arka pura-pura pacaran, kalau Arka nolak, Alia sama Nayla yang akan membayar harganya,” ucapnya singkat. Namun mampu membuat seseorang yang ada di hadapannya melebarkan mata dan menatap tidak percaya.

Sandyakala Amerta (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang