SANDYAKALA AMERTA : 34. BELUM MENYERAH

27 3 0
                                    

***

Arka duduk di meja belajarnya sedari tadi yang ia lakukan hanyalah diam. Pikirannya berkecamuk sekarang, namun meskipun begitu wajahnya tetap tenang dan tidak menunjukkan ekspresi apapun. Arka menggenggam kuat coklat yang ada di tangannya. Coklat yang tadi siang di berikan oleh Nayla. Sial! Kenapa perempuan itu masih menemuinya, apakah dia tidak mengerti Arka tidak ingin bertemu dengannya lagi. Perempuan itu keras kepala ternyata, lalu untuk apa Nayla memberikan coklat ini padanya? Membuat dirinya kembali? Begitu? Satu sudut bibirnya terangkat, pandangannya berubah menjadi tajam.

"Bodoh."

Di sisi lain seseorang sedang berdiri di balik pohon, menatap rumah yang ada di hadapannya, sedari tadi tidak ada yang mencurigakan. Baru saja ia ingin pergi, tetapi pintu gerbang terbuka, hal itu membuat ia menghentikan niatnya. Seorang perempuan keluar, dengan kerudung yang menutupi setengah wajahnya, juga kacamata yang bertengger di hidungnya, perempuan itu berjalan cepat sesekali menoleh ke kiri dan ke kanan. Seseorang itu mengikutinya dengan pelan agar perempuan itu tidak curiga.

Perempuan itu memberhentikan sebuah taksi, lalu masuk dan melaju entah kemana. Seseorang itu pun tidak mau tinggal diam, seseorang itu memberhentikan sebuah taksi dan mengikutinya. Jalanan yang di lalui oleh mereka sangat sepi, juga di penuhi pepohonan tinggi, cukup lama hingga taksi itu berhenti. Seseorang itu pun ikut berhenti dan turun, tetapi sebelumnya seseorang itu menyuruh taksi itu untuk menunggunya. Setelahnya seseorang itu mengikuti perempuan itu dengan jarak yang sedikit jauh. Sesekali ia bersembunyi di balik pohon, kala perempuan itu menoleh ke belakang.

Perempuan itu berhenti di depan sebuah rumah tua yang cukup besar. Rumah di tempat seperti ini? Sangat sulit ia percaya, karena lokasi mereka sekarang jauh dari perkotaan, ini merupakan tempat terpencil. Lalu, siapa yang tinggal di sana? Perempuan itu masuk, dirinya pun mengikuti mengendap-endap melangkah di samping rumah itu. Sesekali ia melihat perempuan itu melalui kaca, hingga perempuan itu masuk ke sebuah ruangan. Dirinya pun mencari ruangan itu, ia sedikit mengintip melalui kaca, untuk melihat mereka, tak lupa ia merekam semua itu melalui kamera ponselnya, yang sedikit tersembunyi di balik konsen jendela.

"Miss X, saya menghadap." Perempuan itu berdiri patuh, menghadap sebuah kursi yang membelakanginya. Miss X, siapa dia? Itulah pikiran yang ada di kepala seseorang itu sekarang.

"Kau sudah datang?" tanyanya. Seseorang itu tidak bisa melihat dengan jelas siapa yang di panggil dengan Miss X, karena orang itu memakai jubah hitam dengan tutup kepala besar, yang menutupi wajahnya.

"Kau mengerti dengan tugasmu?" tanyanya lagi, tetapi perempuan itu terlihat ketakutan, namun tak urung menjawab.

"Aku tidak ingin melakukannya." Melakukan apa? Itulah yang ada di pikiran seseorang itu sekarang, ia masih memperhatikan mereka yang ada di dalam ruangan itu.

"Kau tidak ingin melakukannya? Apakah aku harus menununtutmu? Atau ... membunuh salah satu dari keluargamu." Perempuan itu menggeleng sebagai jawaban, terlihat sekali jika perempuan itu sedang ketakutan.

"Aku akan melakukannya, Miss X." Setelah itu yang di sebut Miss X mengangkat sebelah tangannya, untuk memberi kode agar perempuan itu meninggalkannya, tak berapa lama si perempuan keluar.

Ia pun menyimpan videonya, lalu menyimpan ponselnya, lalu mengikuti perempuan itu untuk keluar, tetapi baru beberapa langkah, tanpa sengaja ia menginjak ranting kering, hingga mengeluarkan suara. Perempuan itu yang mendengar sesuatu, segera mendekat, tetapi syukurnya ia sempat bersembunyi di balik tumpukan kayu. Setelah perempuan itu pergi, barulah ia bernafas lega. Dengan cepat, ia pergi dari sana sebelum ketahuan.

Sandyakala Amerta (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang