***
Nayla berdiri di balkon kamarnya, sedari tadi yang perempuan itu lakukan hanyalah diam, sambil menatap kosong ke depan. Nayla masih tidak percaya, Arka bisa memutuskannya begitu saja dengan alasan yang sangat konyol menurutnya. Bagaimana tidak? Arka memutuskannya karena bosan, ingat itu bosan. Nayla geleng-geleng tidak percaya, sebegitu mudahnya Arka mencampakkan dirinya begitu saja.
Jika memang benar begitu, apakah kasih sayang yang laki-laki itu tunjukkan selama ini padanya, hanyalah kasih sayang palsu? Tapi, kenapa dirinya tidak merasa begitu? Nayla merasa jika kasih sayang laki-laki itu selama ini padanya, nyata. Jika memang benar palsu, mengapa Arka harus repot-repot mengejar dirinya? Bahkan, dari setahun yang lalu. Harusnya jika benar palsu, saat Nayla menolaknya bukankah laki-laki itu bisa pergi, lalu mencari wanita lain. Lantas, mengapa Arka tetap bersikukuh untuk mendapatkan dirinya?
Banyak perntanyaan-pertanyaan yang berputar di otak Nayla, namun ia tidak bisa menjawabnya. Pertanyaan itu seakan menjadi sangkal dalam dada, Nayla tidak mengerti kenapa ia harus merasa sesakit ini saat kehilangan Arka. Padahal waktu Dimas dulu, Nayla tidak seperti ini. Tetapi, Arka? Bahkan Nayla tidak bisa menggambarkan rasa sakitnya, harus bagaimana. Haruskah ia menangis meraung-raung? Atau melakukan hal yang bisa saja membahayakan dirinya untuk membuat Arka kembali? Tidak, tidak, itu sangat konyol sekali. Tetapi, rasa sakit yang Arka berikan itu sangat nyata.
Buktinya, hanya air matanya saja yang bisa menjawabnya, bahkan lidahnya kelu untuk menceritakan semuanya. Nayla memang diam, tetapi jauh di dalam dirinya, ia sedang berperang melawan perasaan dan pikirannya sendiri. Ia membenci Arka, tetapi juga mencintai laki-laki itu di saat yang bersamaan. Otaknya menyuruhnya untuk pergi dan melupakan Arka. Tetapi, perasaannya mengatakan jika dirinya harus bertahan, karena jauh di dasar hatinya ia sangat mencintai Arka. Pilihan mana yang harus Nayla ambil? Ia sangat dilema, bahkan hanya untuk mengatakan Arka bersalah atau tidak, lidahnya terasa kelu.
Sebuah tangan di bahunya, membuyarkan lamunan Nayla. Nayla menoleh dan mendapati seorang perempuan yang sudah memasuki usia hampir kepala empat. Nayla tersenyum lalu memeluk Ibunya, Maria. Perempuan itu menangis tanpa suara, hanya bahunya yang turun-naik menandakan perempuan itu menangis. Maria mengusap pelan, surai Nayla agar membuatnya tenang. Tentu saja ia tau, Nayla sudah menceritakan semuanya padanya, dari bagaimana awal pertemuannya dengan Arka hingga mereka menjalin hubung, lalu mengakhirinya.
Meskipun begitu Maria sama sekali, tidak marah pada Nayla ataupun Arka. Karena ia tau, mereka sama-sama memiliki perasaan yang sama besarnya. Tetapi, satu hal yang membuat Maria tidak percaya, Arka memutuskan putrinya dengan alasan yang sangat konyol, menurutnya. Tetapi, Maria tidak akan menyalahkan Arka ataupun Nayla, karena ia tau, perasaan bisa berubah kapan saja bahkan dalam sekejap mata. Ia hanya memaklumi itu, namun tidak bisa juga ia pungkiri, jika ia sedikit kecewa pada Arka. Padahal dirinya sudah memberikan kepercayaan penuh pada laki-laki itu, untuk menjaga putrinya, tetapi yang terjadi justru di luar dugaannya.
Nayla melepaskan pelukannya dengan berderai air mata, keadaanya sangat kacau, Maria menghapus jejak air mata di pipi Nayla. “Nayla, dengar Mama. Mama tau, kamu sayang sama Arka, Mama juga tau, ini mungkin sulit buat kamu, tapi satu yang harus kamu ingat sayang.” Maria menjeda ucapannya sementara Nayla masih diam mendengarkan.
“Perasaan seseorang bisa berubah kapan saja, bahkan dalam sekejap mata. Gak ada yang bisa menolak itu, Nayla, karena itu semua ketetapan dari Tuhan. Sama seperti Arka, meskipun dia bertahan sama kamu, tapi kalau perasaanya gak ada lagi buat kamu, apa kamu akan memaksa Arka buat terus sama kamu?” tanya Maria menatap Nayla, perempuan itu menggeleng sebagai jawaban.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sandyakala Amerta (Selesai)
Teen FictionJangan lupa follow sebelum baca || A story teenfiction by @sriwahyyuni9 #RadenwijayaSeries4 Nayla Andara. Perempuan yang dikenal friendly dan juga ramah. Sayangnya, karena luka dimasalalu, membuat Nayla tidak mudah percaya pada orang lain, termasuk...