Mai membuka tirai jendela kamarku dengan lembut, "Nona, sudah waktunya Nona bangun."
Aku yang sudah membuka mata merenggangkan tubuhku, kemudian mengenakan jubah tidurnya. Mai sudah menyiapkan susu hangat di atas meja kecil di tengah ruangan, seperti permintaanku sebelumnya.
"Hari ini nona bebas memilih pakaian nona sendiri."
"Kenapa?"
"Saya yang bertugas mengatur jadwal nona, jadi untuk hari ini karena hari pertama nona akan belajar jadi menurut saya nona akan lebih nyaman jika mengenakan pakaian yang nona pilih sendiri,"Mai tersenyum. Mai menunjukkan semua pakaian santai yang dimiliki oleh Apridete. Dari mulai yang berenda, berkerah pendek dan panjang, berwarna terang dan gelap.
'Yah, setidaknya seleraku dipertaruhkan untuk saat ini.'
Aku memilih mengenakan baju berkerah dengan rok sampai lutut. Warna merah muda yang bercampur dengan warna putih terkesan manis.
Rinne sudah berada di dalam ruang belajar ketika Apridete sampai di sana. Meja, kursi dan papan tulis telah ditata rapih sesuai adat kekaisaran. Rinne membungkuk memberi hormat kepadaku ketika melihatku masuk ruangan, lalu duduk di kursi depan rak buku.
"Mari saya perkenalkan beberapa buku kepada Yang Mulia Putri,"Rinne meletakkan beberapa buku di atas mejaku. "Ini ada beberapa buku tentang adat dan sopan santun bagi keluarga kekaisaran,"jelas Rinne.
Seorang pelayan meletakkan sebuah cangkir berisi teh di atas meja di depanku, "Adat minum teh, mari saya tunjukkan kepada Yang Mulia,"Rinne memeragakan cara memegang cangkir yang anggun dengan jari kelingking terlepas. Aku mengikutinya, cukup mudah karena aku sudah sering melihat dan mencobanya bersama para pelayan.
"Putri sangat bagus dalam melakukannya,"Rinne meletakkan cangkir. "Sepertinya hal-hal seperti ini sudah menjadi kebiasaan Anda, bagaimana kalau kita langsung naik ke aturan lainnya nona?"
"Ya, saya menantikannya."
"Ah, tidak perlu berbicara formal seperti itu nona."
"Tidak, aku tetap akan melakukannya."
Rinne tersenyum canggung.
Aku diajak Rinne untuk berdiri, kemudian Rinne mencontohkan cara berjalan dengan lima buah buku tebal di atas kepalanya. Pertama, Rinne menaruh dua buku tipis di atas kepala aku dan setelah dia terbiasa, Rinne menambahnya menjadi satu buku tebal yang setara dengan lima buku tipis.
Lalu, Rinne mengajarkan kepadaku mengenai salam kekaisaran. Salam yang lembut dan menyanjung tinggi kekaisaran disertai tubuh yang membungkuk anggun sambil sedikit mengangkat gaun. Salam kekaisaran sangat wajib digunakan oleh anggota keluarga kekaisaran.
"Lalu, bagaimana cara Anda memberi salam?"tanyaku.
"Salam kepada yang mulia putri kekaisaran Aillieru,"Rinne membungkuk pelan, tangan kanannya mengangkat gaun sedikit dan tangan kirinya berada di depan dada. "Dan jangan lupa selalu tersenyum."
Rinne juga mengajarkan kewajiban dan larangan yang menjadi dasar perilaku keluarga kekaisaran. Cara berbicara kepada setiap tingkat kedudukan, cara memberi salam, cara memanggil, cara berjabat tangan, cara berjalan, dan sebagainya. Entah kenapa aku cukup cepat menguasai semua itu, mungkin ini karena aku lebih tertarik dengan latihan fisik daripada latihan otak.
Latihan otak seperti menghafal kosa kata resmi dan kalimat salam panjang cukup sulir dipelajari olehku. Ketika sudah sekali menghafalnya, setelah sekitar 40 menit belajar hal lain hafalan itu hilang dari pikirannya jadi aku harus menghafalnya kembali.
"Yang mulia putri, pelajaran untuk hari ini saya rasa sudah cukup. Tuan putri sangat terampil dalam memberikan salam tadi, untuk hari berikutnya kita hanya akan menyempurnakan tata krama yang dipelajari hari ini,"Rinne menaruh kembali beberapa buku ke salah satu rak perpustakaan.
Ada rasa lega di dalam diriku yang telah melewati satu hari ini dengan cukup baik. Memang melelahkan dengan menghafal semua sapaan salam kekaisaran, dan malah terdengar sangat mustahil. Jadi, aku tidak mau memaksakan diriku untuk melakukan itu pada hari yang sama. Istirahat juga penting bagiku.
"Apa yang mulia berkenan jika saya ajak duduk dan meminum secangkir teh?"Rinne menawarkan dengan sopan.
"Ya."
Seorang pelayan datang dengan nampan berisi dua cangkir teh, satu buah teko, dan sepiring biskuit mungil.
"Silahkan,"aku mulai mempraktikkan hasil belajarku tadi.
"Terimakasih yang mulia,"Rinne menyambut. "Apakah cara saya mengajar yang mulia hari ini cukup baik?"
"Ya, saya belajar banyak hal."
"Syukurlah, sejujurnya ini pertama kalinya saya mengajar dan itupun langsung seorang putri kekaisaran. Saya agak gugup."
Keluarga Gloria terkenal dengan para anggota keluarganya yang cerdas. Aku pernah beberapa kali mendengar kabar mengenai kondisi keluarga itu. Kepala keluarga Gloria, Simon Gloria merupakan penulis buku terkenal. Banyak bukunya yang telah diterbitkan sampai ke luar kekaisaran. Buku-bukunya juga beragam, pengetahuan umum, sejarah dunia, cuaca, mitologi, dan lainnya. Hampir semua buku yang ditulis oleh Simon Gloria juga disimpan di dalam perpustakaan kastil. Istri Simon, Maria Gloria juga memiliki kecerdasan yang tinggi. Dia merupakan salah satu petinggi dari ruang penelitian kekaisaran, suatu kehormatan bisa menjadi bagian dari setiap penelitiannya.
Anak pertama keluarga Gloria, Ray Gloria merupakan laki-laki yang menggabungkan bakat ayah dan ibunya. Dia ikut menulis buku yang didapatkannya dari hasil penelitian pribadi. Buku-buku karyanya memang masih sedikit karena pengerjaannya yang cukup lama. Namun, Ray banyak dipuja kaum bangsawan karena bakatnya itu.
Rinne juga tidak kalah hebat. Pada usianya yang masih terbilang muda dia menjadi guru seorang putri kekaisaran. Padahal untuk menjadi pengurus pendidikan keluarga kaisar, diperlukan tes yang sangat ketat dan sulit. Banyak bangsawan yang menginginkan jabatan itu dan berlomba dalam persaingan. Namun, Rinne langsung dipercaya memenuhi kewajiban itu dengan sekali tes.
"Apa Yang Mulia suka biskuit seperti ini?"
Aku rasa Rinne sedang berusaha akrab denganku.
"Ya, tapi aku lebih suka biskuit coklat."
"Kalau begitu, bagaimana kalau saya bawakan biskuit coklat nanti saat hari belajar Yang Mulia selanjutnya? Saya akan berusaha membuat biskuit cokelat terenak yang pernah Yang Mulia cicipi," Rinne percaya diri.
"Terima kasih."
"Tidak Yang Mulia, saya yang berterimakasih karena diperkenankan membawanya,"kata Rinne. Aku hanya mengangguk. "Bagaimana kalau saya juga membawakan buku cerita? Apa ada cerita yang ingin yang mulia baca?"
"Apa saja, aku akan membacanya."
"Wah, saya akan bawakan buku cerita yang paling menarik,"Rinne tampak sangat riang, membayangkan banyak buku cerita yang akan dibawanya nanti. "kalau begitu yang mulia, saya izin pamit untuk hari ini. Kita akan bertemu lagi besok,"Rinne membungkuk.
Aku kembali mengangguk.
Rinne pun keluar dari ruangan belajarku, dan Mai masuk setelahnya.
"Nona, biar saya bantu mengganti baju Nona."
"Mai benar."
"Maaf nona?"
"Rinne perempuan yang sopan."
"Benar Nona, apa Nona menatikan pelajaran berikutnya?"
"Ya."
Aku mengganti pakaianku dengan pakaian yang lebih nyaman. Cuaca hari ini tampak bagus, apa akan ada hal menarik saat aku jalan-jalan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Until I Die
FantasySepasang tangan mungil terlihat di depan mataku saat aku terbangun. Ketika aku menatap cermin, wajahnya yang cantik terlihat menawan. Apridete Courdesse, aku masuk ke dalam tubuhnya, seorang putri kekaisaran yang menjadi pemeran sampingan dari sebua...