34. First Promise

310 35 0
                                    


Kereta kuda berhenti di sisi jalan pertokoan ibu kota. Mungkin seharusnya aku menunggang kuda saja untuk sampai ke sini, karena perhatian warga ibu kota jadi teralihkan berkat kereta kuda yang begitu mencolok.

Aku keluar dari dalam kereta kuda, dan mendapati kereta kuda telah dilingkari oleh banyak warga ibu kota. Meskipun mereka tidak pernah melihat wajah putri kekaisaran, namun dengan turunnya seorang perempuan dari dalam kereta kuda dengan lambang kekaisaran pada pintunya, membuat pemikiran mereka terkunci pada satu hal.

Mereka tidak mengucapkan salam, begitu melihatku keluar kereta kuda, mereka langsung membungkuk memberi hormat. Beberapa anak kecil bahkan menatapku dengan mata berbinar.

Alex berbisik di telingaku, "Yang Mulia Putri, sepertinya Anda akan semakin terkenal."

"Saya harap Anda tidak cemburu, Sir."

Aku masih mengenakan gaun mewah tadi, yang semakin membuat diriku mencolok di mata orang lain. Meski aku sudah mengangkat gaunku, namun ujung-ujungnya masih terseret saat aku berjalan menuju air mancur.

Air mancur itu telah selesai dibangun. Dicat dengan warna putih dan dilapisi batu di bagian dalamnya. Air jernih keluar dari dalam ujung air mancur, lalu mengallir ke bawah. Riak air pada kolam di bagian bawah tidak memperlihatkan sedikitpun batu kotoran.

Alex mendekat, "Apa yang ingin Anda periksa?"

Aku menghela nafas, lalu menjawab, "Saya hanya ingin melihatnya."

Suatu alasan membuatku ingin melihat air mancur ini. Namun aku membiarkan alasan itu tertutup oleh suara gemericik air yang memancar dari ujung air mancur.

Laporan mengenai selesainya pembangunan air mancur ini sudah sampai beberapa hari lalu, namun baru hari ini aku pergi langsung untuk melihatnya. Seperti ada alasan yang membuatku harus menunggu hari ini.

Aku ingin menyentuh airnya, sampai tanganku basah, sampai pakaianku basah. Tapi mari hindari itu hari ini.

Aku berbalik, menatap satu per satu warga yang mengelilingiku.

"Air mancur ini merupakan yang pertama berada di tengah ibu kota, dengan keindahannya, saya harap Anda sekalian dapat menjaganya dengan baik. Saya yakin bukan hanya saya yang menginginkan keindahan air mancur ini hanya berlangsung sementara," aku mengencangkan suaraku saat mengatakannya.

Mereka masih menatapku, lalu beberapa orang terlihat tersenyum, mengangguk, dan terdengar suara tawa kecil. Sepertinya mereka menyetujui ucapanku.

"Sir Alex."

"Ya, Yang Mulia Putri."

"Mari kembali ke kereta kuda, saya harus segera menemui Zeral Heliya."

.

.

Zeral duduk membelakangi ketika aku masuk ke dalam ruangannya. Ruang kerja Zeral Heliya tepat berada di sebelah kamar tidurnya, itu membuatnya bisa segera beristirahat setelah bekerja.

"Salam kepada Yang Mulia Putri."

"Selamat sore, Sir."

Zeral mempersilahkanku duduk di seberangnya. Di atas meja telah tersedia dua cangkir teh dan dua piring berisi kue manis.

Aku meraih cangkir teh dan merasakan uapnya, "Sepertinya Anda menunggu cukup lama."

"Jika teh itu terlalu dingin untuk Anda minum, maka saya akan meminta pelayan menggantinya dengan yang baru."

Aku meneguk teh di dalamnya, "Saya tidak ingin mengeluh dengan hal seperti ini, Sir."

Zeral ikut meneguk teh miliknya, lalu ia mulai menatapku, "Jadi, apa yang ingin Yang Mulia Putri bicarakan? Anda sampai datang ke kediaman Heliya yang berada jauh dari istana."

Until I DieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang