38. The Frozen Sea

148 10 0
                                    


Sebelum matahari terbit, aku dan pasukan istana sudah berangkat menuju pinggiran laut utara. Udara masih terasa dingin meski aku sudah mengenakan dua lapis pakaian yang pakaian luarnya merupakan mantel tebal berbulu.

Malam tadi menyisakan tumpukan salju yang masih menutupi jalan. Kuda tidak bisa terus dipaksa untuk berlari di tengah udara dingin ini, maka kecepatan kuda benar-benar aku perlambat.

Pagi ini Raja Utara datang langsung menemani perjalanan. Dia berada di barisan depan, menunjukkan rute dan jalan yang aman untuk dilalui. Raja Utara juga membawa beberapa orang pasukannya dengan perbekalan yang cukup banyak.

"Raja Utara, saya ingin bertanya. Apa hutan yang kemarin Anda sebutkan dekat dengan tujuan kita sekarang?"

"Hutan itu cukup jauh, perlu berjalan beberapa kilometer dari pinggir laut utara jika ingin ke sana."

"Ah, ternyata seperti itu."

Raja Utara menoleh dengan kening mengerut, "Bukankah saya sudah mengatakannya kemarin malam? Apa yang ingin Anda pastikan?"

"Pasukan istana. Saya ingin memastikan pasukan istana berada sejauh mungkin dengan hutan."

Raja Utara mengangguk, "Saya mengerti."

Sebenarnya aku yang ingin berada sejauh mungkin dengan hutan. Selain hutan itu berbahaya, masalah utamanya adalah keberadaan hewan liar di dalamnya.

Hewan liar.

Sial, sepertinya aku masih memiliki kenangan dengan makhluk seperti itu. Aku harus melupakan makhluk itu sekarang.

Angin dingin terasa di pipiku. Aku menoleh, tampak di kejauhan hamparan air laut yan membeku. Cahaya matahari memantul di atas es, menghasilkan laut yang bersinar seperti kristal. Aku penasaran dengan kehidupan makhluk laut di bawahnya.

Raja Utara memperlambat langkahnya, lalu menghampiriku, "Yang Mulia, sebentar lagi kita akan sampai," dia menunjuk ke sebuah hamparan es yang di atasnya ditumbuhi pepohonan pinus.

Dataran ini cukup luas, meski beberapa pohon tumbuh di sekitar, namun kami tetep bisa meletakkan perlengkapan beristirahat di sini. Jarak laut beku itu terlihat dekat sekarang, aku memutuskan untuk memeriksanya terlebih dahulu.

"Yang Mulia, Anda ingin pergi kemana?" Raja Utara turun dari kudanya.

"Saya ingin melihat lautnya, silahkan Anda lanjutkan karena saya tidak akan lama."

Raja Utara mengangguk, lalu menunjuk arah yang bisa membuatku lebih mudah menuju tepi laut itu.

Heavt segera bangkit begitu aku memanggilnya, lalu dia mengikuti langkahku.

Hamparan laut yang begitu luas, masih berwarna biru, namun aku bisa melihat kristal air yang berada di dalamnya. Permukaan laut itu benar-benar membeku.

Aku tidak memakai sepatu untuk berdiri di atas es. Hanya sepatu biasa yang lebih hangat. Padahal aku cukup penasaran untuk berjalan di atasnya.

"Apa Yang Mulia Putri ingin ke tengah sana?" Heavt sepertinya membaca wajahku.

"Bagaimana menurut Anda?"

"Menurut saya itu ide yang buruk. Laut ini memang terlihat membeku, namun sepertinya lapisan esnya masih terlalu tipis untuk menahan berat badan Anda."

Aku ingin sedikit menjahilinya.

"Kalau begitu, bagaimana jika Sir Heavt berjalan di sana? Saya akan semakin yakin dengan jawaban Anda jika Anda memperlihatkan buktinya kepada saya."

Heavt terdiam sejenak, lalu, "Baiklah, tolong Anda menunggu di sini, Yang Mulia Putri."

Heavt kemudian meletakkan sabuk pedangnya, kakinya mulai melangkah mendekati air laut yang membeku.

Until I DieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang