"Baginda, apa Baginda tidak kedinginan?" pertanyaannya itu membuatku memperhatikan pakaian yang aku kenakan.
Meski terlihat tipis, namun pakaian resmi ini lebih tebal dan bisa membuat angin tidak masuk menyentuh tubuhku.
"Tidak."
"Tampaknya pesta sudah selesai."
"Itu sudah selesai sejak lama."
Aku memperhatikan Heavt, dia menundukkan kepalanya untuk tetap bertatap muka denganku.
Heavt kembali membuka mulutnya, "Apa Baginda akan masuk ke dalam sekarang?"
"Tidak, kakiku lelah."
"Kalau begitu, saya ingin meminta izin kepada Baginda untuk ikut duduk."
"Di sebelahku?"
"Jika Baginda mengizinkannya."
"Kenapa?"
"Kaki saya juga agak lelah sejak tadi berjalan."
Aku memutar mataku, "Duduklah."
"Terima kasih, Baginda," Heavt duduk di sampingku, dengan postur yang tegap.
"Kau tidak datang ke pesta."
"Saya minta maaf karena itu, ada urusan lain yang harus saya lakukan."
Tanpa menoleh, aku terus berbicara, "Urusan yang begitu penting, sepertinya."
"Sekali lagi saya minta maaf kepada Baginda."
Padahal jika dia datang saat itu, pesta itu akan menjadi pesta istana pertama yang dia datangi. Aku tidak keberatan, namun itu kesempatan yang tidak bisa diulang.
Aku menatap ke depan, matahari terlihat perlahan semakin turun. Warna oranye perlahan berubah menjadi hitam.
"Baginda, angin sudah semakin kencang."
Aku bisa merasakannya, juga udara yang semakin dingin. Heavt memajukan punggungnya, terlihat bersiap untuk melepas jubahnya.
"Aku tidak membutuhkan pakaianmu, kesatria."
Aku ingin lebih lama berada di luar, karena begitu aku masuk ke dalam istana, maka akan banyaak pekerjaan yang menanti. Bisa dibilang, ini merupakan pelarianku.
Di saat seperti ini, pertanyaan yang sebelumnya ada di kepalaku tidak bisa keluar. Entah bagaimana, rasanya aku melupakannya begitu saja. Mungkin karena kepalaku sudah sedikit lebih ringan sekarang.
"Besok acara penobatan kepada seluruh pejabat baru istana. Seluruh kesatria wajib hadir."
"Saya mengerti, Baginda."
Heavt kembali berbicara, "Baginda, saya ingin bertanya lagi."
"Silahkan."
"Bagaimana dengan Pangeran Timur, Atuari Quentor?"
Aku membuka mataku, "Apa maksudmu?"
"Apakah Pangeran Timur melakukan sesuatu kepada Baginda?"
"Tidak terjadi apapun."
Aku melirik kepada Heavt, pertanyaan yang tidak kuduga keluar dari mulutnya.
"Kalau begitu, apa Baginda tertarik kepada Pangeran?"
Aku segera menjawab, "Kenapa aku harus?"
"Tidak Baginda maafkan saya, saya hanya bertanya."
Itu sungguh tidak jelas.
"Katakan, apa yang kau ketahui? Kenapa tiba-tiba menanyakan Pangeran Timur?"
Aku mengetahui Pangeran Timur hanya dari novel. Dia digambarkan sebagai pangeran dengan paras menawan, juga merupakan salah satu penentang Kaisar Apridete Courdesse. Dia pada awalnya memang disebut sebagai penentang Apridete, namun setelah Apridete menjadi kaisar dan memenuhi semua pejabat istana, Pangeran Atuari berhenti menentangnya. Hal itu disebabkan Pangeran Atuari diangkat oleh Apridete sebagai salah satu selirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Until I Die
FantasySepasang tangan mungil terlihat di depan mataku saat aku terbangun. Ketika aku menatap cermin, wajahnya yang cantik terlihat menawan. Apridete Courdesse, aku masuk ke dalam tubuhnya, seorang putri kekaisaran yang menjadi pemeran sampingan dari sebua...