29. Honest Time

342 47 0
                                    


Aku sangat hafal jalan menuju medan perang. Bahkan di dalam hutan yang membatasi pandanganku ini, ingatanku seakan berubah menjadi insting yang memandu menuju tujuan. Tanganku terus menghentakkan tali kekang kuda sambil terus mengarahkan kuda agar berlari sesuai keinginanku.

Masih terdengar di telinga suara derap langkah kuda yang mengikuti di belakang.

"Yang Mulia Putri!" terdengar suara Ricard yang berusaha membuatku berhenti. Akhirnya, setelah beberapa lama dia berada di belakangku, Ricard mulai sedikit menyusul di sampingku. "Yang Mulia Putri harus tetap berada dalam barisan kami. Yang Mulia Putri tidak boleh tiba-tiba mengubah jalur seperti ini."

Setelah beberapa saat, aku sadari tentu saja, kehilangan kewarasan, akhirnya aku mulai mendengarkan keluhan Ricard. Pasukan yang lain, bahkan Cilla yang tadi bersamaku di dalam kereta kuda pasti merasa terkejut dan bingung sekarang.

"Aku tidak akan berhenti begitu saja, tapi kalian bisa terus mengawal di belakangku."

"Baik, Yang Mulia Putri!"

Ricard dan para pasukan di belakang lain segera membentuk barisan. Ricard tetap berada di sampingku sambil terus memberi komando kepada anggota pasukan lain.

"Aku akan mempercepat langkah! Kalian semua jangan sampai tertinggal!"

"Siap!"suara teriakan penuh semangat itu mengikutiku yang melaju semakin cepat. Tubuhku pun semakin menunduk ke depan.

Kami semakin dekat dengan tempat tujuan. Aku sudah bisa melihat sekumpulan laki-laki dengan dengan seragam di ujung jalan. Aku memelankan laju kuda, lalu segera menarik tali kekang kuda untuk membuatnya berhenti berjalan.

Aku berhenti di tengah kerumunan orang yang langsung melihatku begitu aku muncul di tengah-tengah mereka. Aku turun dari atas kuda sambil tetap memegang tali kekangnya.

"Dimana tenda perawatan?"tanyaku.

Seorang laki-laki yang mengenakan seragam putih mendekat, "Maaf, siapa Nona dan ada perlu apa Nona ke tenda perawatan?"

Benar juga, dengan gaun ini aku mungkin dianggap perempuan aneh yang tersesat ke medan perang. Tapi aku tidak punya waktu lagi untuk menjelaskan.

Aku jadi tidak sabar, "Segera antar aku ke sana saja!"

"Beritahu jalannya. Saya akan menjelaskan semuanya nanti, tapi untuk sekarang tolong beritahu jalannya, tuan." Ricard datang dari belakangku dan berbicara dengan laki-laki baju putih itu.

Laki-laki itu memperhatikan seragam yang dikenakan Ricard, juga para kesatria lain di belakangnya yang ikut turun dari kuda mereka juga. Wajah laki-laki itu sepertinya sedikit paham dengan yang sedang terjadi, ia lalu mengulurkan tangannya, "Mari saya antar ke tenda perawatan, lewat sini."

Aku mengikuti laki-laki itu. Sepanjang jalan, aku merasakan tatapan mereka yang mengarah ke padaku. Sampai ada yang secara terang-terangan memperhatikan gaun yang aku kenakan. Aku bahkan bisa mendengar suara bisikan yang mendeskripsikan aku di dalamnya. Bahkan prioritasku sekarang bukanlah mereka.

"Silahkan Nona,"laki-laki tadi mempersilahkan aku masuk ke dalam tenda yang penuh dengan para kesatria yang terluka.

"Dimana tenda kaisar?"

"Tepat di depan mata Nona."

Ah, tenda itu memang terlihat sangat mencolok. Banyak kesatria bersenjata yang berjaga di depannya.

"Baik, terimakasih sudah mengantarku."

Aku berjalan mendekat ke tenda perawatan, sampai di sana aku langsung dihentikan oleh dua orang kesatria. Dengan salah satu dari mereka berambut merah.

Until I DieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang