Aku tertegun dengan perkataan Einos kepadaku, dan jadi memikirkannya.
Apa aku menyayangi Einos?
Aku telah banyak memiliki pengalaman dengan Einos, dari pengalaman buruk sampai yang cukup bagus. Semua kejadian itu selalu ada di dalam ingatanku sampai sekarang.
Apridete memang ditakdirkan untuk menyayangi Einos sebagai satu-satunya tempatnya bersandar. Apridete merasa sangat kehilangan begitu Einos meninggalkannya. Namun, apa perasaan itu juga sekarang ada padaku.
Apa karena sekarang aku berada di dalam tubuh Apridete dan harus menerima semua takdirnya, aku juga merasakan semua perasaan miliknya?
Tapi aku kesal.
Aku tidak ingin perasaan ini hanya milik Apridete semata yang diserap oleh jiwaku, aku ingin perasaan ini menjadi satu-satunya milikku tanpa harus ada perasaan Apridete di dalamnya.
Aku ingin mengakui kalau perasaan ini murni milikku.
Memikirkan ini membuat dadaku sesak. Aku tidak pernah berpikir sebelumnya akan merasakan semua ini.
Takdir Einos dan juga takdir Apridete telah ditentukan oleh novel. Aku mungkin seharusnya menghilangkan semua pemikiran omong kosongku, karena melanjutkan hidup sebagai Apridete merupakan hal yang sekarang harus kulakukan.
Di tengah pemikiran itu, Einos keluar dari dalam tenda setelah selesai melakukan perawatan.
"Apridete," Einos memanggilku untuk mendekat kepadanya.
"Apa ayah sudah merasa lebih baik?"
"Kedatanganmu membuat ayah merasa sangat baik."
"Saya senang mendengarnya."
Einos menunjuk ke arah tenda yang berjajar di depan kami, "Ayah akan memperkenalkan Apridete kepada semuanya di sini."
"Ah! Itu tidak perlu ayah, saya telah memperkenalkan diri di tempat makan tadi."
"Semua orang harus melihatmu, sebagai putriku."
Aku tahu Einos memiliki rasa bersalah pada dirinya karena telah lama mengurungku di dalam istana. Einos bahkan sangat jarang memperlihatkanku kepada orang lain, kecuali orang-orang yang bekerja di istana dan Alex, kesatria yang menjadi guru berpedangku.
Begitu kami sampai di depan tenda pertama, kesatria yang sedang berada di depan tenda segera memberi salam, "Hormat kepada Baginda Kaisar."
Einos menangguk, lalu melirikku.
"Selamat siang, saya Apridete Courdesse putri tunggal Einos Courdesse."
"Selamat siang juga, Yang Mulia Putri."
Sapaan itu menimbulkan banyak pandangan mengarah kepada kami. Aku tidak tahu apa yang mereka bisikkan, namun melihat dari reaksi beberapa orang di sekitar, sepertinya mereka lebih memperhatikan Einos yang datang membawa putrinya.
Setelah beberapa tenda, kami hampir sampai di tenda milik Rian. Langkah Einos tiba-tiba berhenti yang membuatku ikut berhenti dan menoleh kepadanya.
"Mari kita lewatkan tenda itu."
Sepertinya Einos masih sedikit kesal setelah kejadian di meja makan tadi. Namun itu tidak akan terlihat bagus jika kami secara terang-terangan mengabaikan tenda milik salah satu komandan pasukan Allieru. Rian pasti akan kesusahan jika mengalaminya.
"Saya pikir kita tidak boleh melewatkan satupun tenda di sini. Ayah telah mengajak saya untuk menyapa seluruh kesatria, maka saya harus menyapa mereka sampai akhir."
KAMU SEDANG MEMBACA
Until I Die
FantasySepasang tangan mungil terlihat di depan mataku saat aku terbangun. Ketika aku menatap cermin, wajahnya yang cantik terlihat menawan. Apridete Courdesse, aku masuk ke dalam tubuhnya, seorang putri kekaisaran yang menjadi pemeran sampingan dari sebua...