Kekaisaran Allieru terasa sangat muram. Cuaca yang seharusnya cerah saat itu, justru mendung tidak henti. Namun di tengah cuaca mendung panjang itu, hujan tidak turun. Mereka seperti menolak menggantikan peran matahari untuk mendatangkan cuaca di lingkungan kekaisaran.
Banyak orang datang memenuhi istana. Aktivitas jual-beli, pembangunan, dan distribusi dihentikan. Rakyat Allieru dari berbagai kalangan, atas maupun bawah, berkumpul di depan istana. Banyak tamu yang berasal dari kekaisaran lain juga hadir untuk memberi salam terakhir kepada Kaisar kelima Allieru.
Pagi hari tadi, sekitar pukul enam pagi dilakukan doa di kuil kuno. Lalu istana menjadi tempat orang-orang menyampaikan salam dan penghormatan terakhir mereka kepada kaisar Allieru itu.
Antrian di luar istana masih sangat ramai. Masih banyak rakyat yang belum memberikan penghormatan mereka kepada pemimpin tertingi kekaisaran mereka. Para delegasi, menteri, anggota dewan, bahkan para keluarga bangsawan masih berada di aula istana. Entah apa yang mereka bicarakan selain tentang kepergian kaisar.
Sementara itu, lantai dua istana memiliki kekhawatiran lain. Di depan pintu kamar putri mahkota kekaisaran , banyak berkumpul para kesatria dan pelayan. Wajah mereka tampak sangat cemas.
Alex, salah satu komandan kesatria datang bersama dengan Rian yang juga merupakan salah satu komandan kesatria. Mereka masih berpakaian lengkap dengan pedang mereka di pinggang.
"Bagaimana kondisi Yang Mulia Putri?" Alex berhenti di depan salah satu pelayan yang menunggu di depan kamar putri Apridete.
"Nona belum juga keluar dari kamarnya," Mai, seorang pelayan putri menjawab dengan mata berkaca-kaca.
"Para delegasi dari wilayah lain juga masih ada di aula istana," Rian memberikan informasinya.
Mai mulai menangis, dia menggenggam sapu tangan putih di tangannya, "Bagaimana ini... Nona juga belum makan apapun sejak kabar itu kami dengar..."
Alex melirik di depan pintu kamar Putri Apridete, tampak sebuah troli berisi makanan dan makanan-makanan ringan.
"Nona hanya keluar dari kamarnya untuk mengikuti pemakaman Baginda, setelah itu Nona terus mengurung diri di dalam kamar."
Alex melipat tangannya, "Ini memang akan sangat sulit bagi Yang Mulia Putri. Sebentar lagi pasti akan terjadi pertikaian antar petinggi dan bangsawan lain, hal itu harus dihadapi oleh Yang Mulia Putri."
"Oh sungguh mengerikan. Saya tidak ingin membuat Nona merasakan semua itu, andai ada yang bisa saya lakukan untuk meringankannya meski hanya seujung kecil."
Rian menunduk, "Itu hal yang sulit." Pandangan Rian tertuju pada pintu di depannya yang tertutup, ada harapan di dalam dirinya untuk terbukanya pintu itu dan Putri di dalamnya keluar. Tangan Rian tergenggam, dia ingin mencoba untuk mengetuk pintu itu. Dia ingin mencoba memanggil Putri Apridete, meskipun hasilnya mungkin sulit membuat putri keluar dari kamarnya.
"Sebelumnya maafkan saya, saya tidak bisa terus berada di sini. Masih ada tamu dari berbagai wilayah di aula sana, bagaimanapun saya harus ikut mengurusnya," Alex merasa menyesal, tentu dia ingin bertemu dengan putri. Situasi yang sulit.
Keadaan di aula mungkin tidak terlalu baik seperti yang diharapkan. Karena nyatanya tidak hanya ada orang yang bersimpati penuh terhadap kaisar yang ada di sana, namun beberapa orang dengan kepentingan politik juga pasti hadir di sana. Hal itu tidak bisa disangkal.
"Tidak masalah Sir, saya akan terus berada di depan kamar Nona."
"Kabari aku jika terjadi sesuatu pada Putri," Alex memberi isyarat tangan kepada Rian untuk terus berada di tempat. Rian menurut, sementara Alex berlalu pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Until I Die
FantasySepasang tangan mungil terlihat di depan mataku saat aku terbangun. Ketika aku menatap cermin, wajahnya yang cantik terlihat menawan. Apridete Courdesse, aku masuk ke dalam tubuhnya, seorang putri kekaisaran yang menjadi pemeran sampingan dari sebua...