Suara derap langkah sepatu bersol tebal terdengar sampai ke dalam tenda barak lima, tempat sebanyak 100 orang prajurit menginap selama perang berlangsung. Mereka sudah berada di perbatasan antara Allieru dengan Mallrise. Allieru memilih mendirikan tenda mereka di perbatasan untuk mencegah menyebarnya pasukan mereka lebih luas lagi.
Saat ini pasukan Allieru sedang beristirahat setelah melakukan penyerangan terhadap pasukan Mallrise seminggu yang lalu. Mereka memilih untuk mengatur rencana kembali sebelum melanjutkan perjalanan menuju Mallrise.
Pasukan Allieru sendiri telah dibagi menjadi beberapa kelompok dengan tugas masing-masing. Kelompok penyerang sudah mulai berlatih sejak pagi. Komandan mereka sangat keras untuk membangun kekuatan pasukannya. Sementara pasukan bertahan diperbolehkan beristirahat untuk menjaga mental dan pikiran mereka, bagaimanapun juga pasukan inilah yang melindungi pasukan inti yang bertugas menyerang di baris depan.
Seorang kesatria yang lebih tua menepuk punggungnya, "hei, teguk dengan perlahan saja."
Heavt yang baru selesai melatih kakinya dengan berlari, terlalu bersemangat saat disodorkan segelas air oleh teman se-tendanya itu. Bibir dan sekitar dagunya basah oleh air yang keluar saat dia batuk.
Sebenarnya, Heavt sudah berlatih sejak malam hari, saat hanya pasukan berjaga malam saja yang tidak tidur. Dia berjalan sendirian ke hutan, dekat dengan aliran sungai, dan berlatih memperkuat ayunan pedangnya disana. Hal ini bahkan tidak diketahui oleh orang yang tadi memberinya minum.
Setelah batuknya hilang, Heavt mengangkat kepalanya, "apa yang lain masih berlatih?"
"Kau lihat sendiri, di tenda ini saja hanya ada aku dan kau yang malah tersedak hanya karena segelas air."
"Kalau begitu aku harus segera kembali."
"Kembali? Kemana?"
"Kaki gunung."
"Kau gila. Untuk sementara ini, kau kularang pergi kesana. Diamlah dulu disini hanya sampai sore nanti, setidaknya kau harus beristirahat."
Heavt tidak menyukai perkataannya, "aku masih mampu."
"Aku tahu itu, tapi kita bekerja sebagai sebuah pasukan disini. Aku tidak ingin kau mengacaukan pasukan hanya karena kepalamu yang keras itu."
Begitu kesatria itu pergi, Heavt meraih pedang yang berada di samping tempat duduknya. Sebuah pita berwarna putih mengikat di ujungnya, sudah mulai kotor. Heavt sering menggunakannya saat berlatih. Namun, dia tetap ingin menjaga pita itu agar tetap bersih, dia tidak ingin setetes darahpun menodainya. Ketika Heavt menatapnya, sesuatu terbesit di kepalanya. Dia merasa bahwa tidak ada tempat yang aman untuk dirinya, baik itu di kediaman Duke, tempat latihan kesatria, atau medan perang saat ini.
Tapi, ada suatu hal yang berbeda. Pita putih itu mengingatkannya kepada seorang teman yang bahkan namanya tidak dia ketahui. Hanya wajah dan interaksi antar mereka saja yang Heavt tahu.
Padahal, hanya dilihat dari wajah dan tubuh saja umur diantara mereka sudah diketahui. Heavt jelas lebih tua dari anak itu, namun Heavt selalu merasa dirinya diperlakukan seperti anak kecil. Heavt berpikir bahwa itu mungkin kebiasaan anak itu sebagai pelayan untuk memperlakukan orang lain dengan baik dan lembut.
Hanya itu perkiraannya. Sekarang, Heavt tidak bisa memastikan hal itu untuk sementara waktu, entah sampai kapan, mungkin juga tidak akan pernah karena kemungkinan mati di medan perang. Heavt bersandar di kursi kayu. Padahal pertemuan dengan perempuan itu baru saja terjadi lagi setelah lama dia menunggu. Sekarang, Heavt harus kembali menunggu.
Heavt kemudian berdiri sambil merenggangkan otot-ototnya. Hanya latihan, pada saat ini, yang dapat meredakan masalah pikirannya. Dia mengangkat pedangnya lalu mengayunkan pedang itu, latihan yang selalu Heavt lakukan setiap hari selama dia berstatus kesatria.
KAMU SEDANG MEMBACA
Until I Die
FantasySepasang tangan mungil terlihat di depan mataku saat aku terbangun. Ketika aku menatap cermin, wajahnya yang cantik terlihat menawan. Apridete Courdesse, aku masuk ke dalam tubuhnya, seorang putri kekaisaran yang menjadi pemeran sampingan dari sebua...