part 4

1K 137 15
                                    

Alhasil Seoknam datang untuk menjemput Seokjin dikantor polisi.

Sementara Namjoon terlalu takut untuk mengubungi keluarganya.

"Kau harus berhenti mencampuri urusan orang lain," ucap Seokjin yang kini duduk di kursi tunggu bersama Namjoon dengan tangan mereka yang masih terikat.

Setelah ditanya-tanya mereka dinyatakan bersalah karena menganiaya penduduk. Untungnya umur mereka yang belum cukup membuat hukumannya tidak berlaku.

"Mana aku tahu kalau dia itu memanfaatkan orang lain."

"Sekarang kau sudah tahu kan?," ucap Seokjin.

"Hm.. ya, maaf."

Raut kesal begitu kentara tercurah di wajah Namjoon.

"Kau selalu melibatkan dirimu kedalan masalah, dan aku yang kena imbasnya," sesal Seokjin. Padahal ia tidak mengenal sama sekali siapa Namjoon. Tapi firasatnya selalu dapat agar membantu bocah menyebalkan ini.

"Ya kan aku tidak tahu. Aku juga tidak pernah minta bantuanmu."

"Lalu jika aku tidak menolong, kau akan habis babak belur disana?"

Sial. Benar juga apa kata Seokjin. Namjoon tidak bisa menyangkal lagi.

"Silahkan keluar, disana sudah ada orang tua kalian menjemput," ucap salah satu petugas.

Mereka bediri dan berjalan lesu sambil dilepaskan borgol itu dari tangannya.

Disana sudah berdiri Seoknam dengan wajah garang biasanya. Seokjin tidak menatap lelaki itu dan malah memalingkan wajahnya.

"Dia memang sering membawa masalah. Seharusnya memang anak seperti dia tidak usah punya teman."

Namjoon tertegun mendengar kalimat yang Seoknam lontarkan. Ia menatap Seokjin yang bergeming dan acuh pada lelaki yang ia yakini sebagai ayah kandungnya.

"I-itu Seokjin dia menolongku," gugup Namjoon.

"Kau hanya sial karena terlalu dekat dengannya. Pulang ke rumahmu dan jangan mampir kemana-mana!," titahnya pada Namjoon.

Sementata Seokjin ia berdeciu kesal, giliran dengan orang lain lelaki ini malah perhatian.

Namjoon menurut dan membungkuk pamit. Sekilas ia memandang wakah Seokjin nanar dan pergi ke rumahnya menggunakan taksi.






"Alasan apa lagi sekarang?."

Ia diam kala tangannya kembali diikat. Seoknam bersiap melayangkan cambuk yang besar di udara. Seokjin duduk berlutut dengan punggung yang terekspos.

"Jawab!!"

CTAASS

"AAKH..."

Tubuhnya terpelenting, ia tengkurap dnegan tubuh bergerak tidak karuan menahan perih.

"Kau tidak punya mulut?."

Bukannya menjawab ia malah terkekeh

"Bukankah apapun yang kukatakan, kau tetap tidak percaya?"

Deru nafas Seoknam semakin cepat, ia menggenggam erat gagang cambuk dan melayangkannya lagi dipunggung Seokjin.

Menimbulkan suara nyaring yang tidak nyaman didengar.

PainfulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang