part 30

717 135 10
                                    

"Apa aku mengganggu?"

Melihat siapa yang datang reflek mereka langsung mundur dan membiarkan Seoknam mendekat ke ranjang Seokjin.

Yoongi dan Hobi saling senggol dengan lengannya.

Banyak pikiran buruk datang pada benak mereka semua. Aura negatif Seoknam bisa dirasakan, namun berbanding terbalik dengan tindakannya.

Lelaki berumur hampir 50 tahun itu membuka bungkus obat yang banyak. Menyiapkannya pada pisin kecil lalu memberikannya pads Seokjin.

"Terimakasih Appa."

"Hm.."

Seokjin menerima benda itu, meminumnya dengan bantuan air. Semua yang ada disana hanya memerhatikan Seokjin yang beberapa kali memasang wajah aneh akibat rasa obat yang pahit.

"Tuan apa kau mengenal ibuku?"

Suara itu memecah keheningan. Namjoon to the poin pada Seoknam. Semuanya terkejut dengan keneranian Namjoon.

"Itu.. Ibuku sepertinya mengenal Seokjin hyung dengan baik, dia bilang bahwa orang tuanya adalah teman baik Ibuku."

Seoknam tampak berpikir.

"Siapa nama Ibumu?"

"Lee Haera. Dia Ibu tiriku sih tapi kami berhubungan dengan baik."

Tatapan Seoknam langsung berpindah pada Seokjin. Sementara sang anak hanya buang muka, pura-pura tidak melihat.

"Hmm.. ya kami teman baik."

Banyak pertanyaan dalam benak Seoknam soal Namjoon. Namun tidak mungkin ia membicarakannya disini.

"Kalian temani Seokjin, dan kau anak muda, malam ini Appa harus bicara berdua denganmu," ucapnya sambil menunjuk Seokjin.

Seoknam langsung bergegas pergi meninggalkan kamar sang putra.

Setelah pintu itu tertutup, Hobi dan Yoongi langsung bernafas lega.

"Ya! Kau berani sekali bicara padanya? Aku sana merinding saat ia datang," ucap Hobi heboh.

"Hehe kurasa Appanya Seokjin Hyung tidak buruk."

"Seokjin apa hubunganmu sudah membaik dengan dia?," tanya Yoongi.

"Appaku sudah berubah. Kalian tidak perlu membencinya lagi."

"Syukurlah, tapi tetap saja paman Seoknam sangat menyeramkan."

"Sepertinya kau yang terlalu pengecut," ucap Yoongi pada Hobi.

Mereka hanya tertawa melihat bagaimana kedua lelaki itu saling ejek. Membangkitkan kehangatan di ruangan yang tadinya senyap.

"Terimakasih sudah datang.."

Mereka langsung menoleh. Senyuman Seokjin membuatnya mendekat kearah sang kawan yang kini tengah sakit.

"Hyung tidak usah sungkan," ucap Namjoon.

Seokjin tersenyum lagi, tangannya mengusap kepala Namjoon, menyisir helaian rambut lebat itu.

"Hyung-ah mengenalmu rasanya seperti memilik seorang Hyung."

Gerakannya langsung terhenti. Seokjin diam namun tidak lama ia merangkul badan Namjoon yang lebih besar darinya.

"Anggap saja begitu. Badanmu bongsor, tapi bagiku kau juga seperti seorang adik."

"Setelah Namjoon jadi adikmu, Yoongi jadi kakak iparmu dong?" Kata Hobi dengan nada menggoda.

"Awas kau Seokjin, jika kau berani menyakiti Yoonji."

"Oppa sudah. Aku malu."

"Haha kau lucu Yoonji -ah."

Blush

Wajahnya seperti kepiting rebus sekarang. Kekehan suara Seokjin dan pujiannya membuat pipi itu terasa panas, juga perutnya berbunga-bunga.

Tanpa mereka ketahui isi hati Yoonji porak poranda dibuat Seokjin. Ingin rasanya ia berteriak namun tempatnya berada tidak mendukung













Malamnya Seokjin menepati janji untuk berbicata empat mata dengan Seoknam. Sekarang dikamarnya, ia duduk bersandar pada kepala ranjang dengan Seoknam di sampingnya.

"Jadi apa dia tau kalau Haera adalah eomma mu?" Tanya Seoknam.

Seokjin menggeleng "Aku belum memberitahunya."

"Kenapa?"

"Hubungan mereka baru saja membaik, aku tidak ingin Namjoon marah karena mungkin ia tidak bisa menerimaku."

Seoknam mengusap wajahnya gusar. Satu hal yang ia benci dari pribadi Seokjin, yaitu mementingkan orang lain.

"Suatu hari dia pasti tahu. Kupikir kau mengerti keadaannya, Seokjin-ah."

"Appa, aku ingin meminta sesuatu."

Seoknam langsung mendekat dan memfokuskan dirinya dengan pembicaraan ini.

"Jika terjadi sesuatu dengan Eomma, dan aku tidak ada. Appa harus menjaga Eomma ne?"

Ia langsung berpaling. Tidak ingin menjawab permintaan itu. Seoknam tidak pernah menyukai arah pembicaraan macam ini.

"Appa kau harus berjanji."

"Tidak. Dia Eomma mu, kau yang harus menjaganya, dan sudah berkali-kali Appa bilang kau tidak akan kemana-mana."

"Tapi kita tidak tahu apa yang terjadi nanti. Ini hanya pencegahan saja. Appa.. kumohon"

Seoknam ingin menolak namun tatapan sendu Seokjin menghipnotisnya.

"Tidurlah. Jangan terlalu memikirkan hal lain. Appa tidak suka."

Seoknam hendak membantu Seokjin untuk berbaring namun tangan itu dicekalnya. Lelaki yang kini bernafas menggunakan alat bantu itu menatap Seoknam lekat.

"Aku tidak pernah meminta apapun padamu. Apa kau tega Appa?"

"Kalau begitu Appa juga ada satu permintaan."

Seokjin meneguk salivanya yang kering.

"Kau harus sembuh!"

Bukannya menjawab, lelaki itu malah melepas tangannya yang menggenggam lengan Seoknam.

"Akan kucoba."

Seokjin langsung menarik selimutnya dan berbaring. Tangan Seoknam membetulkan posisi nasal canula itu.

"Aku tidak ingin memakai ini," pinta Seokjin dan melepas selang itu.

Sontak deru nafasnya kembali cepat.

"Seokjin pakai lagi, nanti dadamu sesak," ucapnya sambil memasangkan benda itu kembali.

"Eh.. hah.. ta-tapihh.."

"Sudah kau seharusnya istirahat. Appa akan menemanimu disini sampai kau pulih. Untuk sekarang Appa mohon jangan keras kepala."

Ucapan lembut itu membuat Seokjin perlahan menutup matanya. Memang benar, ia tidak bisa bernafas dengan baik tanpa benda itu. Namun memakai ini membuatnya tampak semakin menyedihkan. Seokjin benci.

'Seharusnya kau tahu aku tidak akan sembuh.'















To be continued...


Nanti up lagi buat ganti latar waktu:*

PainfulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang