part 15

1K 146 28
                                    

"H-hyungh, i-inhealer."

Seokjin masi berada di posisinta sejak tadi. Seseorang disampingnya langsung mencari benda yang tadi ia sebutkan.

Tangannya mengobrak abrik penjuru ruangan, di laci, kamar, lemari, namun nihil. Ia tidak menemukan benda itu. Seokjin masih kesulitan bernafas namun tangannya menunjuk keatas lemari kulkas.

Lelaki itu langsung mendekat dan mengambil benda itu. Jujur ia tidak tahu bagaimana cara kerjanya, ia memberikannya langsung pada Seokjin.

Tangannya yang lemas mencoba menekan tombol itu namun tidak bisa.

"Biar Hyung saja."

Sigap ia meraihnya dan membantu Seokjin menghirup seluruh isi dalam inhealer itu sampai habis. Nafasnya mulai membaik walau menyisakkan sakit di dadanya.

"Sejak kapan kau punya asma?," tanyanya lugas.

"Dua tahun lalu."

Ia menarik Seokjin kedalam pelukannya.

"Maafkan Hyung meninggalkanmu selama itu," sesalnya. Ia yang saat itu tengah dilanda rasa ambisi untuk belajar, tanpa ragu meninggalkan sang adik dalam keadaan keluarganya yang hancur.

Seokjin menggeleng kepalanya dalm pelukan lelaki itu "Senang kau kembali, Taetae Hyung."

Nama panggilan yang selalu Seokjin katakan tidak pernah ia lupa. Taehyung, anak sulung dari keluarga Seoknam ini kembali untuknya. Kebanggaan sang appa sepanhang waktu. Beda dengan seorang Kim Seokjin.

"Apa Eomma sering mengunjungimu?," tanya Taehyung.

Seokjin melepas pelukannya "Beberapa kali Eomma kesini."

Bohongnya. Ia hanya tidak ingin Taehyung menyimpan dendam pada Haera. Seokjin ingin membiarkan wanita itu menikmati kehidupan barunya tanpa Seokjin. Ia sudah rela.

"Benarkah? Bagaimana kabar Appa?"

"Appa baik. Dia sehat sama seperti saat dulu terakhir Hyung bertemu dengannya."

"Bagaimana denganmu? Apa terjadi sesuatu? Kau terlihat tidak sehat apa kau hidup dengan baik?" Tanya Taehyung perhatian.

Seokjin senang, seditpun ia tidak pernah membenci Taehyung. Ia akan menunggu Hyungnya pulang sampai kapanpun itu.

Saat menunggu Seokjin menjawab, matanya tertuju pada asbak di meja dengan puntungan rokok dan juga kotaknya berada di samping. Ia menoleh menatap Seokjin yang terlihat takut.

"Kau merokok ya?"

"Hehe.. sedikit Hyung."

"Seokjin, Hyung tidak pernah mengajarimu, begitu juga Appa. Apa Appa tau?"

Seokjin menggeleng.

"Jangan kasih tahu Hyung, nanti Appa marah."

Raut ketakutan Seokjin membuatnya bingung, ia tidak akan pernah takut apapun karena Seokjin adalah anak yang selalu berani dan penuh tantangan.

"Iya tidak akan Hyung kasih tahu. Tapi jangan merokok lagi ne? Hying tidak mau sesuatu terjadi padamu."

Seokjin memalingkan wajahnya ke samping "Padahal sudah terjadi."

"Apa kau bilang?"

"Tidak hyung. Bukan apa-apa. Aku akan berhenti merokok, janji!"

"Bagus. Sekarang kau tidur. Biar Hyung yang merawatmu, tubuhmu sedikit hangat."

Ia membawa Seokjin ke atas kasur, membantunya berbaring karena tubuhnya yang begitu lemas.

Ia menatap lekat sang adik yang kini menutup matanya. Segera ia bergegas kearah dapur, mencari handuk kecil dan baskom berisi air hangat untuk mengompresnya. Ini adalah hal yang sering ia lakukan dulu saat Seokjin sakit. Ia memeras handuk itu setengah basah, dan meletakkannya di dahi Seokjin. Mengibas poni yang menutupi jidatnya.

PainfulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang