Bab 35

3.8K 355 112
                                    

Violetta mengambil bir dari lemari pendingin, lantas dia menenggaknya hingga habis setengahnya. Dia begitu marah, kecewa, sedih, hingga rasanya ingin meledak.

"Aaargh!"

Dia berteriak kencang sampai mengejutkan Ben dan Andreas yang sedari tadi memperhatikannya.

"Sebenarnya apa yang dia pikirkan tentangku? Apa aku ini tidak seberharga itu?!"

Napasnya tersenggal, kemudian dia menenggak sisa bir di kalengnya hingga habis lalu melemparnya ke bak cuci piring.

"Jawab!" bentaknya, seraya menoleh ke arah Ben dan juga Andreas.

Ben menyilangkan kedua telunjuknya di depan bibir, mengisyaratkan dia tak bisa menjawabnya. Sedangkan Andreas, dia terlihat panik.

"Aku yang cantik, pintar, kaya, berpendidikan, dan memiliki karakter yang kuat ini bisa-bisanya hanya dijadikan cadangan olehnya. Dasar brengsek!"

Bragh!

Dia menggebrak meja, kemudian mendengus dan menarik kursi, lalu duduk di sana. Violetta mencoba menenangkan perasaannya, namun sial rasa kesal itu bergumul di dadanya seolah akan kembali meledak. Lantas, tatapan tajam itu mengarah ke arah Andreas. Tanpa mengeluarkan sepatah kata, Andreas mengerti bahwa Violetta memintanya duduk bergabung dengannya.

"Ben, sementara kau bisa istirahat di kamarku." ujarnya, dan Ben mengangguk pergi.

Sebagai adik, Ben bukannya tidak peduli kepada Violetta. Apalagi setelah tadi dia menyaksikan sendiri bahwa Matteo dengan jelas berkata bahwa dia akan menjaga Ashley yang tentu saja akan menyakiti hati kakaknya. Masalahnya, Ben tidak bisa bicara dan efek obat biusnya mulai hilang. Jadi, solusinya adalah dia harus pergi tidur.

"Aku tidak tahu harus mulai dari mana.." ucap Violetta frustrasi.

"Nona bisa mulai dengan menenangkan diri." timpal Andreas.

Violetta menghela napas dalam. "Kau ada rokok?"

Andreas segera mengeluarkan rokok miliknya, lalu Violetta mengambilnya dan Andreas membantu menyalakan koreknya. Violetta menghisap kuat-kuat rokok itu, lalu mengepulkan asapnya ke udara.

"Jadi, sudah berapa lama mereka berhubungan?"

"Jika aku hitung dari semenjak aku pergi dari Kartel, mungkin sekitar lima tahun."

Violetta langsung terbatuk. "Lima tahun katamu?!" pekiknya dengan mata terbelalak.

Andreas mengangguk.

"Dasar bajingan! Dia bilang cinta padaku, lalu berkata seolah aku ini adalah satu-satunya, tapi faktanya?!" Violetta kehabisan kata-kata.

"Aku sudah memperingatkan Nona."

"Harusnya kau berkata langsung pada intinya! Tapi kau malah sengaja berbelit-belit demi keuntunganmu sendiri."

Violetta benar-benar tak habis pikir. Jika ayahnya sampai tahu tentang ini, entah sebanyak apa sumpah serapah yang akan keluar dari mulutnya itu.

"Jadi kau keluar dari kartel karena kau cemburu kepada Matteo? Karena dia merebut Ashley darimu?"

"Ya, itu menjadi salah satu alasan selain karena muaknya hidup di lingkaran setan itu. Bisa Nona bayangkan, dalam semingu aku bisa menyaksikan minimal satu orang mati ditembak di hadapanku. Mereka membunuh tanpa ampun seolah nyawa manusia itu tidak ada harganya."

"Lalu bagaimana denganmu, kau bagian dari mereka. Kau juga pasti pernah membunuh seseorang."

"Tidak! Aku tidak pernah membunuh satu nyawa sekalipun. Matteo bahkan tidak memberiku ijin memegang pistol saat berada di sana, karena tugasku hanya mengawasi produksi kokain."

When Villainess Falls In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang