Bab 28

3.8K 313 21
                                    

Matteo duduk frustrasi di jok belakang mobilnya, sambil menggenggam erat pistol di tangannya. Melihat itu, Jerry merasa ada yang salah dengan Bos nya, terlebih ini adalah kali pertama Matteo melepaskan musuhnya tepat saat mereka nyaris menghabisinya.

"Apa yang terjadi di dalam sana? Kenapa kau membiarkan El Yasa pergi?"

Matteo tidak menjawabnya, dia malah terlihat semakin gelisah.

"Kalau seperti ini, apa yang akan kau katakan kepada Ludwig?"

"Diamlah! Aku ingin menenangkan pikiranku."

Jerry akhirnya tidak bertanya lagi, dia segera melajukan mobilnya menuju bandara, tanpa tahu setelah ini mereka akan pergi ke mana.

Di tempat lain, Ludwig baru saja tiba di markas milik Al Kazam. Sayangnya pada saat itu, orang-orang mereka telah kabur dan tak bersisa satu pun. Menurutnya itu adalah perjalanan jauh yang cukup sia-sia baginya. Tak mau kembali begitu saja, lantas ia membakar markas tersebut lalu memberikan ultimatum melalui pesan singkat kepada orang yang menjadi dalang utama kekacauan ini.

<Tunggu sampai Matteo merobek mulut besarmu, Pak Menteri>

Setelah mengirim pesan itu, dia pun lantas pergi meninggalkan tempat seraya mencoba menghubungi Matteo. Namun, panggilannya tidak dijawab oleh sang Kakak, membuat Ludwig kesal saja.

Peperangan antar kartel sudah sering terjadi, namun biasanya mereka tak pernah memakai cara terang-terangan seperti ini. Tradisi ini sudah cukup kuno, terlebih bagi Pancrazio yang diketuai oleh Matteo, yang sudah berada di kasta paling atas. Bahkan sekelas kartel lain pun tak ada apa-apanya, tak ada yang berani mengusiknya. Maka wajar jika kali ini campur tangan pemerintah lah yang berperan sebagai dalang, seolah memberikan kekuatan kepada tikus kecil itu.

Dua hari setelah pecahnya peperangan, keadaan psikis Matteo belum sepenuhnya pulih. Bahkan dia mengurung dirinya di kamar hotel sembari memikirkan langkah apa yang harus dia ambil seterusnya. Ini juga kali pertama bagi Matteo terlihat begitu kesulitan, dan seperti biasa Matteo akan menelan kesulitan itu sendirian.

"Mat! Kau tidur?"

Ludwig baru saja tiba di hotel. Dia cukup khawatir saat Jerry memberi tahu kondisi kakaknya itu.

Tanpa diduga, Matteo membuka pintu kamarnya. Wajahnya benar-benar kusut, tubuhnya bau alkohol dan keadaannya begitu berantakan.

"Sial! Ada apa denganmu Mat?"

"Itulah yang selama dua hari ini aku tanyakan pada diriku sendiri." jawabnya malas.

Ludwig lantas tertawa, dia kemudian duduk di sofa merebahkan tubuhnya. "Apa kau sedang menyesali keputusanmu yang telah melepaskan El Yasa?"

"Salah satunya. Lebih tepatnya, aku benar-benar terjebak."

"Apa yang terjadi?"

Matteo kemudian memberikan Ludwig segelas wisky, lalu dia pun duduk dengan gelisah di hadapannya.

"Ashley, dia mengancam akan membunuhnya."

Ludwig yang hendak meminum wisky pun mengurungkan niatnya. Dia cukup terkejut.

"El Yasa mengetahui hubungan kita dengan Ashley, dia sedang mengawasinya. Jika aku salah melangkah, Ashley pasti akan mati."

"Inilah yang selalu aku khawatirkan, kelemahanmu adalah wanita."

Matteo kemudian menenggak wisky dalam gelasnya. "Sebenarnya apa yang diinginkan Patrick Sinister dariku? Bukankah selama ini kartel memberi banyak bagian untuk Negara?"

"Kurtis berkata padaku bahwa Patrick Sinister adalah orang yang cukup misterius. Dia bahkan belum menemukan kelemahannya. Masa lalunya terlihat begitu rapi untuk sekelas orang berpendidikan yang tiba-tiba bisa mengenal Andreas dan bekerja sama dengannya. Dan satu hal yang penting, dia berada di urutan paling atas berdasarkan hasil poling masyarakat, sebagai calon Presiden selanjutnya."

When Villainess Falls In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang