(session 2) Page 27: How To End This Villainous Route (6)

141 9 1
                                    

Third Person's POV

Di suatu tempat dimana Araya terlihat tengah berjalan sendiri menyusuri lorong akademi,
dengan langkah kaku dan ekspresi wajah datar,
Araya memasuki suatu ruangan yang ternyata merupakan ruang kepala sekolah.

"Selamat siang Pak Kepala Sekolah."
Sapanya dengan nada gembira.
"... Araya?"

Kepala sekolah Aedhira yang sesaat terlihat tak bergeming dengan kedatangan Araya kedalam ruangannya,
kini sudah berdiri dari tempat duduknya dan mulai berjalan mendekati gadis itu,
setelah melihat senyum mengembang Araya yang manis.

"Apa kiranya yang membuat keponakan angkatku datang kemari?"
tanya sang kepala sekolah yang kini sudah saling berhadapan dengan Araya.

Kedua tangannya terbuka,
mengisyaratkan pada gadis muda itu untuk memberikan salam pelukan untuknya.
Araya terdiam untuk sepersekian detik sebelum kemudian melompat untuk memeluk sang kepala sekolah.

"Ada apa Araya?"
tanya Aedhira lagi sembari mengusap kepala Araya dengan penuh sayang.

Araya menggigit bawah bibirnya sebelum kemudian mendongak dengan kedua mata berbinar bahagia.
"Aku senang bisa bersama dengan Pangeran Richardo,"
"Walaupun aku tau, pangeran masih belum bisa membenci Nona Naira sepenuhnya."

Ucapnya dengan senyuman.
Aedhira tersenyum,
kedua mata rubahnya semakin terlihat menyipit.
"Jangan cemas Araya, 'anak' itu tengah melakukan tugasnya dengan baik untuk kebahagiaanmu."

Katanya yang sudah mengecup puncak kepala Araya.
Araya tidak merespon,
wajahnya berpaling sejenak sebelum kemudian menatap lekat kepada sosok tinggi dan tampan didepannya.

"Bagaimana dengan pangeran Reynald,"
"Penyihir Kayana dan kedua kakak lelaki Naira??"
"Sampai pada detik ini pun mereka masih belum bisa tunduk di hadapanku."
Ungkap Araya yang kini sudah mengernyitkan kedua matanya.

Aedhira terdiam,
wajahnya merunduk membalas tatapan Araya.
gadis muda itu masih memberikan tatapan kesal pada Aedhira yang kehilangan kata-kata.
sampai kemudian.

"Sudahlah, kalau memang kalian tidak bisa melakukannya bilang saja."
katanya yang sudah melepaskan diri dari rengkuhan lengan sang kepala sekolah.
"Aku tidak suka dibuat berharap oleh orang-orang yang mengaku berguna untukku."

jelasnya sebelum kemudian berbalik pergi meniggalkan Aedhira yang masih mematung ditempatnya berdiri.

Araya menutup pintu ruangan tersebut dengan cukup keras,
diluar ...
dirinya terlihat tengah bersandar pada daun pintu kembar berwarna putih itu sambil merunduk.
kedua matanya,
yang masih tertuju pada lantai dibawah kakinya,
mengatup rapat.
kedua alisnya bertaut
seolah menyembunyikan rasa kesal dan marah pada seseorang.
setelah beberapa detik kemudian
Araya kembali menegakkan tubuhnya lalu pergi dengan wajah tanpa ekspresi.
"Cih ..."

Di dalam ruangan,
kepala sekolah terlihat tengan memegang body pintu kantornya, beberapa detik kemudian matanya melirik ke arah datangnya suatu cahaya yang tiba-tiba saja muncul.
"Kau."
kepala sekolah menoleh ke arah sosok yang kini terlihat tengah duduk dengan santai di sandaran sofa dengan kedua tangannya yang bersedekap.

"Aku lihat Araya pergi dengan kesal, apa kau sudah mengatakan suatu hal yang tak berguna padanya?"
katanya dengan wajah kalem.

"Yang tidak berguna itu adalah kenyataan bahwa kau masih belum bisa membuat para Capture Target itu bertekuk lutut dihadapan Araya.

Radja memercingkan kedua matanya dengan tajam, seolah ucapan kepala sekolah sangat mengganggunya.
"Tujuan utamaku adalah untuk membuat nona dari keluarga Archduke itu dibenci oleh kelima pemuda yang diinginkan oleh Araya."
"Aku juga sudah memberikan Item untuk dia gunakan sebagai alat yang akan membantunya menguasai perasaan kelima pemuda itu."
"Alasan kenapa kelima pemuda itu masih belum bisa 'mencintai' Araya, itu sama sekali bukan urusanku dan diluar kendaliku."

My Precious Lady VillainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang