(session 2) Page 31: The End ...

240 12 0
                                    

Naira's POV

Wajah Araya sudah terlihat pucat pasi, walaupun di matanya bisa kulihat masih terdapat keraguan.
Meragukan kesungguhanku yang benar-benar akan menyakitinya.

Sigh ... sebenarnya Araya tidak salah menebaknya.
Mana sanggup aku menyakiti orang,
Aku tidak ingin dibenci, aku juga sebenarnya ingin sekali berteman dengan Araya.

Aku tidak ingin orang-orang yang sudah mempercayaiku dan menyayangiku, berpikir bahwa aku sudah benar-benar mulai berperilaku seperti iblis.
Aku tidak mau Naira berakhir sama dengan dia di dalam Novel.

Tetapi ...
AGH!!

Suara jerit dan rintihan tertahan itu, tentu saja membuatku terkejut.
"Cepat kau suruh Aedhira untuk segera memberikan buku mantranya padaku."
"Kalau tidak ..."
Ucap Xelvet yang sudah berdiri membelakangiku.

Tangannya yang besar mencekik leher Araya dan hampir emmbuat gadis itu tergantung hanya dengan satu tangan.
Mata seindah permata itu melirik padaku. '
Memberikan senyum penuh arti untuk kumengerti, bahwa dirinya berbuat hal itu agar aku tidak perlu turun tangan.

"See~ masih perlukah aku untuk meminta Xelvet menyiksamu agar kau dan kepala sekolah Aedhira mau percaya bahwa kalian berdua sudah tidak lagi punya kesempatan untuk meneruskan semua rencanamu ini?"
Kataku lagi membekukan hati yang melihat Araya tengah strugling untuk melepaskan cengkraman tangan Xelvet di lehernya.

Di dunia nyata.

Third Person's POV

Terlihat Araya yang sudah memegangi lehernya sendiri dan mulai kesusahan bernafas, seolah ada sesuatu yang tengah mencekiknya dengan sekuat tenaga.

"Araya!!!"
Seru kepala sekolah panik ketika tubuh Araya dipelukannya sudah seperti orang kejang-kejang.

"Lepaskan Araya, dasar br*ngs*k!!!"
Teriaknya pada para pengeran yang tengah berdiri membelakangi Naira. yang mana juga tengah tertidur dipelukan kakak lelakinya.

"Bagaimana kami bisa melepaskan Araya kalau kau masih tidak mau memberikan buku mantra kutukan itu?"
Ucap Pangeran Reynald pada Aedhira yang masih menatapnya dengan amarah.

"Look here, Aedhira ... Aku juga punya hak untuk merasa marah kepadamu,"
"Aku bisa saja membunuhmu pada detik ini juga."
"Tapi bukan itu yang diinginkan oleh nona Naira."
Jelas sang Pangeran yang sudah berdiri tak jauh dari tempat kepala sekolah Aedhira duduk dengan Araya dipelukannya.

"Jadi kalau kau memang sangat menyayangi Araya seperti bagaimana kami menyayangi nona Naira."
"Segera berikan buku itu, atau kau akan segera memeluk tubuh tak bernyawa Araya."
Ujarnya lagi yang membuat Aedhira terkesiap.

Dengan berat hati, kepala sekolah Akhirnya membuka tangan kanannya.
Dari telapak tangannya yang tadi kosong muncul sinar yang kemudian membentuk sesuatu hingga akhirnya gumpalan sinar itu berubah menjadi buku.

Dengan kasar, Aedhira melempar buku tersebut pada pangeran Reynald yang menangkapnya dengan anggun.
Pangeran reynald kemudian memberikan buku itu kepada Kayana.
Dimana menurut penjelasan Naira, hanya orang-orang yang terlahir dengan warna iblis yang bisa membuat diagram sihir tersebut agar bekerja.

Dengan cekatan, Kayana menggambar diagram tersebut dengan mantra yang diajarkan oleh Naira.
Setelahnya, Kayana meminta Arvhein dan Aedhira untuk menempatkan tubuh Naira dan Araya pada diagram sihir yang dibuatnya.

Kemudian, Kayana berjalan ke arah diagram sihir yang sebelumnya dibuat untuk mengutuk Araya dan menaruh buku tersebut disana.

"Sepertinya kita sudah punya bukunya."
Ucap Xelvet yang kemudian melepaskan cengkraman tangannya dari leher Araya.

My Precious Lady VillainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang