My Precious Lady Villain - Page 3: The Life of A Villain Begin

1.8K 193 4
                                    

Ke esokan hari-nya. Di ruang keluarga.

"Maafkan Naira, Ayah... sepertinya pendengaran Naira sedikit terganggu. Tadi ayah bilang apa? Nanti siang pangeran akan datang berkunjung??" Tanyaku dengan senyum yang lebih mengekspresikan rasa ketidak-percayaan.
"Itu benar Naira. Kamu tidak salah dengar sama sekali putri ku." Ayahanda ku menjawab dengan senyum hangat.

Wow... baru juga kemarin aku berencana bagaimana pun akan menjauhi plot si pangeran. Eh nih orang malah ke sini aja. Aku hanya bisa menyeruput susu cokelatku dengan wajah datar.
Apa aku pura-pura nggak enak badan saja, ya?

"Oh, iya Ayahanda... memangnya kalau boleh Naira tau, ada perlu apa pangeran datang kemari?" Tanyaku dengan polosnya yang malah, mendapatkan balasan tatapan ketidak-percayaan dan heran, dari seluruh mahluk di dalam ruang keluarga.
Aku yang masih tidak mengerti dengan ekspresi mereka hanya bisa mengerjapkan mata penuh tanya.

"Honey... tidakkah kamu merasa sangat senang setiap kali putra mahkota pergi mengunjungi mu secara langsung?" Tanya ibunda kali ini

Gulp, o-ow ... sepertinya aku melewatkan sesuatu dan aku harap tidak mengacaukan semuanya.

"Ohh... iya tentu saja Ibunda. Nai merasa sangat senang sekali... tetapi, tidakkah pangeran uh-umm... sendang sibuk dengan uhm... pelajaran dan latihannya untuk menjadi putra mahkota?" Jelasku dengan terbata-bata,

Owh shoot, gaya bicaraku yang dulu ternyata tidak bisa hilang. Kupejamkan mata erat. Walaupun, tentu saja masih merasa was-was.

"Ohh... I see-i see. Ya-ya-ya tentu saja sebagai calon tunangan putra mahkota kamu berhak menghawatirkan waktu dan pendidikannya. hmm... sudah kuduga, putriku memang luar biasa pengertiannya."

SPRUT!!!
Saking kagetnya hampir saja aku kehilangan manner susu cokelat yang baru saja aku seruput, hampir muncrat.

"Uhh... Ayahanda?" Panggilku dengan wajah yang entah harus berekspresi seperti apa.
"Ano... uhm... sejak kapan Nai menjadi calon tunangan pangeran?" Tanyaku yang lagi-lagi mendapatkan sambutan ketidak percayaan dari semua pemilik telinga di ruangan ini.

"My sweetheart... bukankah kamu sendiri yang menginginkan pertunangan dengan pangeran... kamu bahkan bilang, kalau kamu tidak akan pernah mau menikah dengan orang selain pangeran." Jelas ibunda dengan senyum yang masih terlihat manis walau sepertinya sedikit menaruh curiga.

Aku? Tidak perlu kalian tanya... aku sama sekali tidak ingat bahwa memang benar Naira pernah mengatakan hal semacam itu.

AAARRRRGH NOOOO!!! What the heck am i suppose to do now???

Teriakan itu hanya mampu kulantunkan di dalam benakku.

"Apa kamu juga masih ingat sayang?" Tanya ibunda pada ayahanda yang tengah duduk di sampingnya.
"Walaupun, Maharaja yang mulia menyetujui hal tersebut dengan syarat pertunangan kalian akan dilaksanakan saat hari ulang tahun putra mahkota."
"Naira benar-benar tidak sabaran sampai-sampai hampir saja merengek di depan maharaja dan putra mahkota yang mulia." Jelas ibunda bercerita panjang lebar yang malah membuatku malu tak karuan. Ayahanda menanggapinya dengan tawa kecil seolah mengingat kejadian menggemaskan.

Aku hanya bisa merunduk malu dengan wajah semerah tomat. Oh gosh.

"Say Nai... apakah kamu masih ingin bertunangan dengan pangeran?" Kini kak Roland yang mengajukan pertanyaan kepadaku dengan mimik wajah serius.

"Huh? Ya? Maksudku tidak... itu... uhh... kalau semisalkan Nai bilang, Nai tidak jadi ingin bertunangan dengan putra mahkota lagi... apakah keluarga kita akan mendapatkan hukuman?" Tanyaku lagi-lagi dengan takut-takut dan nada sedikit terbata.

My Precious Lady VillainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang