11. Antara Ada dan Tiada

215 59 14
                                    

Happy Reading~~

*
*
*
*

Banyak orang bilang, bahwa tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Kalau seperti itu, apakah seseorang seperti Jilan adalah suatu kemungkinan yang bisa Abel dapatkan?

Berapa banyak waktu lagi yang harus Abel lewati agar Jilan bisa menjadi miliknya? Tidak, Abel tidak ingin memaksa. Karena ia tahu, bahwa cinta tidak pantas dengan sebuah paksaan.

Apakah benar, kalau Jilan hanya berakhir menjadi tetangga atau abangnya saja? Tidak untuk menjadi imamnya? Tidak untuk menjadi kekasih atau suaminya? Tidak untuk—

Ah, banyak sekali pertanyaan yang ada diotak Abel ketika memikirkan Jilan. Ketahuilah, perasaannya itu nyata. Tidak sekedar main-main semata. Abel tidak ingin sedih, namun cuaca mendung kali ini malah mengundangnya untuk bergalau ria.

"Apa bener ya kata Utopia? Kau hanya mimpi bagiku, tak untuk jadi nyata! Dan segala rasa buatmu, harus padam dan berakhir...." Abel menyanyikan beberapa lirik lagu yang ia putar.

Abel sedang berada dibalkon kamarnya. Cuaca mendung yang menyejukkan sungguh membuat Abel menjadi galau. Entah, seolah-olah dunia mengerti, bahwa ada satu manusia sedang bersedih.

Hawa dingin pun Abel biarkan menyapa dirinya. "Huh... Lama-lama Abel jadi gila kalau kayak gini," ucapnya. Ia memandangi balkon yang ada di samping kanannya.

"Hati Abel emang egois. Dia gak bisa ke alternatif  lain. Dia tetep maunya sama Mas Ji." Abel memandangi foto Jilan diponselnya. Satu kata yang selalu terlintas diotak Abel, tampan.

"3 tahun Abel nunggu, nunggu agar Tuhan buat Mas Ji mengizinkan Abel mendapatkan peluang itu." Abel mengeluarkan semua unek-unek nya. Lebih baik seperti ini, tak ada yang mendengar segala sesuatu yang ia ucapkan.

"Ah... Udah lah, Bel, mendingan sekarang masak mie soto. Dingin gini butuh yang anget-anget."

<><><>

"Mas, tau gak apa yang gak mungkin di dunia ini?" tanya Abel. Saat ini Abel dan Jilan sedang berada didalam mobil. Mereka baru saja ingin turun, ingin pergi ke mall.

"Tau, banyak lagi.

"Iya, salah satunya dapetin Abel." Setelah menjawab, Abel segera turun sembari tertawa kecil. Meninggalkan Jilan yang masih bengong.

"Dih, pede gila kamu, Bel," ucap Jilan sembari menjitak kepala Abel pelan.

"Hahaha, itu bener tau, Mas. Bahkan dapetin berlian aja lebih mudah, daripada dapetin hati Abel," ucap Abel. Ia melempar rambutnya, bergaya seperti model ternama.

"Cih, makin hari malah makin stress."

"Ngapa sih gak terima banget!"

"Iyalah, malah cantikan saya daripada kamu," ucap Jilan yang dapat wajah jijik dari Abel.

"Tuh, keliatan kan yang makin stress itu Mas Ji." Abel berjalan mendahului Jilan. Ia berbelok ke arah toko perlengkapan make-up.

Nah, ini nih salah satu tempat yang paling Jilan tidak suka. Abel pasti akan lama, dan ia akan bosan menunggu. Tapi, ya sudah lah, Abel sendiri yang bayar kalau urusan seperti ini.

MAS JI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang