Happy Reading~~
*
*
*
*
"Ji, udah, Ji.""Lo dikasih tau malah ngelunjak, ya! Emang, nih, kampus punya nenek moyang lo?!"
Dengan sekuat tenaga Cio berusaha untuk membuat Jilan kembali duduk di tempatnya. "Ji, ini masalah kecil doang. Udah, lo nggak usah—"
"Kalau masalah kecil aja lo bodo amat, gimana kalau masalah yang besar dateng? Dia salah. Kita harus kasih tau," ujar Jilan dengan amarah membara. Matanya menyala-nyala, kobaran api belum kunjung padam pada dirinya.
"Pertama, lo udah berani cat calling ke cewek-cewek di sini. Kedua, lo udah nggak sopan sama orang. Ketiga, lo udah tau salah karena nabrak temen gue bukannya minta maaf malah nyolot!"
Jilan melihat semua kelakuan adik tingkatnya ini. Untuk persoalan pertama saja sebenarnya ia sudah tidak suka. Tapi yang ia suka adalah, para gadis yang digoda tadi bertindak tegas. Persolan kedua, ia melihat bagaimana adik tingkatnya itu menjahili seseorang yang sedang asik belajar di tempat yang tak jauh darinya. Dan yang ketiga, ia melihat orang itu menabrak temannya, tapi bukannya meminta maaf malah menyalahkan orang lain.
Padahal matanya melihat sendiri bagaimana orang sok itu terus bercanda sampai-sampai tidak melihat ke arah depan.
"Lebay lo, Kak. Yang jelas gue nggak salah."
Inilah yang semakin membuat amarah Jilan meledak-ledak. Ia dengan lembut tadi menegur orang itu. Tapi balasan yang ia dapat malah tawa yang remeh diimbangi dengan perkataan sampah yang seharusnya tidak keluar dari mulut orang yang berpendidikan seperti itu.
"Emang minta dihajar lo!" Jilan langsung menarik kerah kemeja pemuda itu. Belum sempat ia melayangkan tonjokan, tangannya sudah ditahan duluan oleh Cio.
"Jilan! Ingat, ini masih di kampus."
"Nih, anak sombong harusnya mati aja. Daripada di kampus cuma beban doang."
Cio segera menarik tangan Jilan untuk menjauh dari tempat itu. Semakin bahaya jika membiarkan Jilan terus berhadapan dengan adik tingkatnya.
"Jangan buat masalah."
"Ya, lo lihat kelakuan dia dong! Kok bisa kampus kita terima orang sebodoh itu. Nggak ada otak."
"Ji, percuma lo ngomong sampai muncrat sekalipun. Kalau dia—"
Jilan memotong ucapan Cio, "Terus gue harus biarin sampah masyarakat kayak dia ganggu orang-orang?"
"Nggak gitu, Ji. Tapi, kan—"
"Gue rasa dia juga masuk bukan karena beruntung. Paling juga lewat orang dalam," ucap Jilan sembari memandang tajam pada adik tingkatnya yang masih ada di sana.
"Ya, termasuk beruntung lah itu.... Karena punya orang dalam."
Tatapan tajam Jilan beralih pada Cio. "Ck, gimana nasib orang yang udah mati-matian buat masuk kampus ini kalau harus kalah sama jalur orang dalam," katanya bergeleng-geleng tak menyangka.
"Gimana kampus ini bisa melahirkan anak-anak Indonesia yang cerdas, kalau disogok aja langsung ngangguk. Miris."
Tangan Jilan bersedekap di depan dada. Matanya masih memperhatikan anak itu. "Percuma gue belajar sampai pingsan terus bangun sendiri, kalau orang kayak dia bisa lulus juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
MAS JI
Fiksi Penggemar"Mas Ji, tungguin Abel, ih!" "Mas, awas---" 𝘽𝙧𝙖𝙠! "Tuh kan ketabrak pohon." *** Abelva Maharaja sangat menyukai dan mencintai Jilan Hanung Adhyaksa---seorang tetangga yang berasal dari Surabaya. Saat pertama kali melihat Jilan, Abel langsung te...