Happy Reading~~
*
*
*
*"Mas, Abel deg-degan banget besok PAS!"
"Udah belajar?"
"Baru setengah tadi."
"Yaudah, santai aja. Kalau kamu kepikiran, yang ada pelajaran nggak masuk diotak."
Berulang kali Abel menghela napasnya. Esok hari adalah waktu di mana pelaksanaan ujian akhir semester terlaksana. Dari kemarin malam pikirannya sudah tak tenang. Memikirkan bagaimana soal-soal yang telah dibuat. Apakah mudah? Atau sangat susah? Apa ia bisa mengisinya dengan baik? Bagaimana dengan nilainya nanti?
Dan banyak lagi pertanyaan dikepalanya.
Salah satu cara untuk membuatnya sedikit tenang adalah curhat dengan Jilan. Namun, sayangnya... pemuda itu sedang berada di luar kota. Katanya sedang melakukan sebuah penelitian. Abel tidak paham dengan semua itu.
Jadi satu-satunya cara agar curhatannya tersampaikan kepada pemuda itu adalah dengan melakukan panggilan video.
Ya, sudah terhitung satu jam lamanya Jilan menemani Abel yang masih dengan ketakutannya. Sudah selama itu pula Jilan terus mengeluarkan kata-kata agar dapat jadi penenang bagi gadis itu.
"Gemes banget, sih, kamu."
"Hah? Orang lagi deg-degan malah dikatain gemes."
Senyuman Jilan merekah di seberang sana. "Maaf, ya, saya nggak bisa nemenin kamu secara langsung."
"Iya, nggak apa-apa. Ngomong-ngomong, Mas Ji berapa lama di sana?"
"Dua minggu kalau nggak salah."
Abel mengangguk paham. Ia harus merelakan dua minggu ke depan tanpa Jilan yang menemaninya. Tidak mungkin juga ia melarang Jilan untuk pergi, toh lagipula itu memang sudah tugas Jilan sebagai mahasiswa.
Sempat kepikiran untuk ikut. Tapi Abel langsung cepat-cepat menepis pemikiran itu. Yang ada ia hanya menjadi pengganggu di sana. Apalagi ia tidak mengenal siapa pun. Akan jadi apa dirinya jika benar-benar ikut. Tak apalah dua minggu tanpa lelaki itu. Toh, Abel akan tetap bisa hidup.
"Aneh deh. Baru dua hari ninggalin kamu, tapi saya udah kangen aja."
"Dih, bucin!"
"Kamu, mah, emang pantes dibucinin. Kalau nggak, nanti banyak yang suka," ucap Jilan dibarengi dengan kekehan kecil.
Abel sedikit tersipu mendengar itu. Ingat, hanya sedikit! Ia masih menyesuaikan diri dengan perubahan Jilan yang tak malu untuk mengungkapkan kata-kata semacam itu. Karena sebelum seperti ini, ia lebih sering mendengar penolakan dari Jilan, hahaha.
"Bel, selama saya nggak ada di sana, kamu harus jaga diri baik-baik, ya. Kalau malam jangan bergadang. Makan sama minumnya jangan telat. Awas aja sampai saya pulang nanti, terus kamu sakit. Saya gorok leher kamu."
"Iya, Mas Ji, bawel. Dari kemarin udah ngingetin, loh."
"Kalau nggak diingetin kamu lupa. Terus diabaikan gitu aja," kata pemuda itu yang sudah mendekatkan dirinya ke layar ponsel sembari terus memberi arahan bagaimana Abel harus hidup dihari-hari ke depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAS JI
Fanfiction"Mas Ji, tungguin Abel, ih!" "Mas, awas---" 𝘽𝙧𝙖𝙠! "Tuh kan ketabrak pohon." *** Abelva Maharaja sangat menyukai dan mencintai Jilan Hanung Adhyaksa---seorang tetangga yang berasal dari Surabaya. Saat pertama kali melihat Jilan, Abel langsung te...