37. Tangisan Abel

216 44 2
                                    

Happy Reading~~

*
*
*
*

Di siang hari yang cukup cerah ini membuat seorang laki-laki yang sedang menyisir rambutnya merasa senang. Karena kebetulan sekarang adalah hari Jumat, maka sudah menjadi kewajibannya untuk menunaikan shalat Jumat.

Setelah rambut tersisir rapi, dan juga sudah memakai peci, pemuda itu menyemprotkan wewangian ke tubuhnya. Terlihat sangat fresh sekali. Siapapun yang memandangnya, pasti akan terpesona.

"MashaAllah... gantengnya cowok ini," katanya ketika melihat diri sendiri di depan kaca. "Udah kayak cowok idaman."

"Wedehh, ada Pak Haji di rumah," celetuk sang adik dari depan pintu.

Jilan tertawa kecil karena godaan itu. Ia mengambil satu sajadah lalu menyampirkannya ke bahu kanan. Auranya benar-benar sangat memesona saat ini.

"Mau shalat sama siapa, Bang?" tanya Alea yang masih berdiri sembari menyenderkan tubuhnya ke pintu.

"Sama Cio, Harsa, Mars, dan spesial sama daddy." Jilan menjawab dengan senyuman bahagia. Jujur saja, jarang untuknya shalat dengan sang daddy. Biasanya hanya dengan ketiga orang itu.

"Wihhh, rajin banget Pak Haji satu ini."

Jilan malu-malu sendiri jadinya. Padahal cuma mau shalat Jumat. "Udah, ah, nanti abang terbang nih digoda terus."

"Dihh, hahaha! Yaudah sana berangkat."

"Mommy ada?"

"Ada tadi di kamar."

Jilan mengangguk pelan. Ia bersama sang adik berjalan keluar dari kamar. Senyumannya tambah lebar ketika melihat tiga orang yang ditunggu sedari tadi sedang duduk di ruang tengah.

Ternyata teman-temannya itu kalau pakai baju kokoh, sarung serta peci terlihat tampan juga. Biasanya lebih mirip preman pasar yang kerjaannya malak doang.

"Ngape lo ketawa-ketawa?" tanya Cio yang tampangnya masih seram.

"Nggak. Kaget aja gue liat lo semua tobat."

"Welah dalah! Biasanya kayak om-om hidung belang, ya," balas orang yang ada di sebelah Cio, panggil saja Mars.

"Untung gue sering shalat Jumat. Jadi aura gue nggak buruk-buruk banget." Harsa ikut nyeletuk. Diantara semunya, yang paling terlihat anak baik-baik itu memang hanya Harsa.

"Yeuuu, sok lo, Har."

Jilan hanya tertawa saja. Toh, mereka memang sering mengejek-ejek seperti itu.

"Bapak lo mana, Ji?"

"Lagi siap-siap." Jilan menuang segelas air putih untuk ia minum. Tenggorokannya terasa kering sebab selalu berbicara sedari tadi.

"Wesss, ini anak muda pada keliatan tambah ganteng aja!" ujar pria paruh baya yang berjalan beriringan dengan istri tercintanya.

"Oh iya dong, Om, kita tuh harus tetep kece badai." Cio menaik turunkan alisnya. Tak lupa dengan tangan yang sudah menyisir rambutnya juga.

MAS JI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang