Happy Reading~~
*
*
*
*Kata-kata bijak sekalipun tak akan mampu menangkis rasa penuh takut akan kepergian. Rasa takut yang memenuhi relung hati akan menggantikan kalimat 'tidak apa-apa' jika telah menjadi dominan.
Bagaimana akhirnya waktu untuk meninggalkan telah tiba. Meyakinkan diri bahwa akan baik-baik saja. Tapi kenyataan bahwa semuanya tak akan sama lagi membuat perasaannya semakin bergejolak.
Abel melihat kembali ruang pesan antaranya dan Jilan. Dua pesan yang ia kirim beberapa menit lalu belum juga mendapat respon. Yang ia tahu hanya Jilan hari ini ada di rumah.
Ia sudah berbaikan sebetulnya dengan Jilan. Tapi entah mengapa pemuda itu tampak berbeda. Seperti lebih sering bersikap cuek dan tak seperti biasanya.
Jujur, Abel pusing sekali memikirkan hubungannya dengan Jilan yang jadi tak baik seperti ini. Ruang pesan itu juga tak penuh bubble-bubble seperti biasanya. Hanya beberapa pesan singkat. Itu juga Abel yang lebih sering mengirimnya. Terkadang hanya dibaca saja oleh Jilan. Entah apa yang terjadi pada pemuda itu.
"Bel, ayo kita sarapan dulu sebelum ke bandara," ajak Shakira yang sudah rapi juga.
Abel mengangguk pelan. Ia memasukan ponsel itu ke dalam saku celananya. "Ada Anjello, ya, katanya di bawah?"
"Iya. Kamu tau sendiri dia yang paling excited mau anterin kita," jawab Shakira yang menimbulkan tawa kecil pada Abel.
"Emang aneh banget dia, tuh. Ada Anjello aja atau ada yang lain?" tanyanya lagi sembari melihat anak tangga yang menuju ke bawah.
"Ada Kak Cio juga tadi. Cuma aku tinggal aja karena Kak Cio sama Anjello malah ribut."
Kening Abel berkerut kebingungan. "Loh, ribut kenapa?"
"Ya, kamu tau sendiri Anjello kalau nyeletuk, kan, ada-ada aja. Biasalah dia kalau ditanggepin sama Kak Cio jadinya begitu."
Abel tertawa dan mengangguk paham. Pemuda itu bisa dibilang lawan debat semua orang. Kalau bertemu Anjello memang perlu berdebat terlebih dahulu, jika tidak nanti mulut anak itu akan gatal-gatal.
Ternyata apa yang Shakira katakan memang tidak salah. Ketika menginjak anak tangga terakhir ia sudah mendengar perdebatan antara Cio dan Anjello dari meja makan. Kalau tak salah mendengar mereka menyebut-nyebut 'ayam'. Ia rasa mereka sedang berebut tentang hal itu.
"Hei, sopan banget, ya, ribut di rumah orang," ujar Abel dengan tangan yang terlipat di depan dada.
"Nah, Bel, gue mau nanya sama lo!" sahut Anjello yang seperti tak mengindahkan tegurannya.
"Apa?"
"Yang diciptakan duluan itu ayam atau telur?"
Abel melongo mendengar pertanyaan itu dari mulut Anjello. Entah sudah berapa kali ia mendengar pertanyaan yang sama selama ia hidup di dunia ini.
"Masa kata Kak Cio ayam duluan yang lahir. Seharusnya telur, ya, kan, Bel?"
"Nggak, lah! Itu sama aja kayak manusia pertama yang ada di bumi. Manusia pertama diciptakan, nih, terus manusia itu melahirkan kembali manusia baru. Sama aja, ayam diciptakan terlebih dahulu, nah ayam itu bertelur dan menciptakan ayam baru," ucap Cio dengan begitu yakin, tapi tetap tidak disetujui oleh Anjello.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAS JI
Fiksi Penggemar"Mas Ji, tungguin Abel, ih!" "Mas, awas---" 𝘽𝙧𝙖𝙠! "Tuh kan ketabrak pohon." *** Abelva Maharaja sangat menyukai dan mencintai Jilan Hanung Adhyaksa---seorang tetangga yang berasal dari Surabaya. Saat pertama kali melihat Jilan, Abel langsung te...