20. Lebih Mengejutkan

170 52 9
                                    

Happy Reading~~

*
*
*
*

Masih di malam itu. Di tempat yang sama. Dengan suasana yang makin romantis.

"Selamat ulang tahun, Mas Ji." Abel berucap setelah ia menyelesaikan makannya.

"Ngucapin doang?" tanya Jilan sengaja.

Abel tersenyum. Ia menahan dagunya dengan telapak tangan kanan. "Emang Mas Ji mau apa?"

"Ah, hadiah yang saya mau nggak bakal kamu sanggup beli," jawab Jilan membuat Abel menghela napas kesal.

"Semahal apa sih hadiahnya?"

"Mahal banget pokoknya."

Abel menghembuskan napasnya kesal. "Tinggal bilang aja sih," ucap Abel. Gampang saja, nanti tinggal ngamen dulu di angkot.

"Yakin nih? Jangan jual ginjal kalau nggak sanggup."

"To the point aja deh, Mas!"

Bukannya langsung menjawab, Jilan malah tertawa. Abel hanya terdiam, menunggu cowok itu menghabiskan tawanya.

Abel baru menyadari, ternyata cowok itu memakai pakaian formal. Kemeja putih bersih membalut tubuhnya, ditambah dengan celana kain berwana hitam. Jam tangan pun tertempel sempurna ditangan sebelah kiri pria itu.

Wajar saja Abel tidak menyadari. Dari awal mereka pergi ke sini, Jilan senantiasa memakai jaketnya. Mana cowok itu malah melipat kemeja panjangnya sampai ke lengan. Mleyot sekali melihatnya!

Cetak!

Sontak Abel memegang keningnya. Mengusap kening itu, karena merasa sakit akibat sentilan dari Jilan.

"Mas, sakit ih!" kesal Abel.

"Lagian kamu kenapa bengong sambil liatin saya?"

Dengan wajah yang masih cemberut, Abel menjawab, "Habisan Mas Ji ganteng banget."

Mendengar kejujuran itu, Jilan lantas tertawa. Ia tidak heran lagi. Tentu, dari awal ia menentukan ingin memakai pakaian seperti apa, ia sudah bisa menebak Abel pasti akan terpana melihatnya.

"Pantes aja dari tadi banyak yang liatin Mas Ji. Jangan kegantengan kenapa jadi orang!" kata Abel sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

"Ya gimana, orang udah dari sananya kayak begini." Jilan kalau dipuji Abel, memang tak kenal malu. Ia malah merasa bangga dengan dirinya sendiri.

"Balik lagi ke awal. Mas Ji mau hadiah apa?" ucap Abel mengingat kalau cowok itu belum menjawab pertanyaannya.

"Gampang aja. Saya cuma mau kamu bersama saya untuk dua hari ini." Jilan berucap dengan santai.

"Hampir setiap hari Abel juga sama Mas Ji terus."

"Beda, Bel."

"Apanya yang beda?"

"Sekarang kita di Surabaya. Jadi, ayo kita buat cerita di sini," ucap Jilan tulus. Ia menggenggam tangan Abel dengan erat.

MAS JI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang