Happy Reading~~
*
*
*
*"Massss!" Abel berteriak ke orang yang ada di depannya saat ini. "Pelan-pelan d-dong...."
"Sebentar lagi, Bel. Ayo semangattt!"
"Nggak, nggak. Abel udah gak kuat, hah...." Abel mengembuskan napasnya kasar. Ia terduduk di jalanan beraspal, mengistirahatkan tubuhnya.
Jilan yang sudah tidak mendengar suara Abel lagi, segera berbalik badan. Selepas itu terkekeh kecil, melihat gadis yang ia ajak berolahraga sedang kelelahan.
"Masa gini doang udah capek?"
"Ih, gila kali ya! Abel udah ngos-ngosan tau. Kalau Mas Ji gendong Abel juga gak bakal secapek ini," gerutunya kesal. Padahal sudah banyak keringat yang menetes didahinya.
"Perut saya langsung bisa sixpack, Bel, kalau gendong kamu," kekeh Jilan. Ia menyuruh Abel agar duduk di trotoar saja. Malu diliatin banyak orang duduk di jalanan seperti itu.
"Kaki Abel sakit, Mas."
"Makanya sering-sering olahraga."
"Abel sering tau!"
"Olahraga apa?" tanya Jilan bingung. Dia tidak pernah melihat Abel menggerakkan tubuhnya selain untuk makan, minum, tidur, dan main.
"Olahraga ngejar Mas Ji. Itu Abel harusnya dapet pengharagaan tau, bisa-bisanya ngejar cowok selama ini," jawab Abel dengan wajah kesalnya. Entah ini karena dia bodoh, atau karena dirinya sudah terlalu bucin.
"Ngejar doang mah gampang kali."
"Heh, enak banget kalau ngomong! Kalau gampang, Mas Ji udah jadi pacar Abel saat ini."
"Berarti kamu kurang jago. Saya aja ngedipin kamu dikit udah meleleh," balas Jilan membuat Abel tertawa malu.
"Dih, geer banget."
"Itu kenyataan, sayang," ujar Jilan sengaja.
"Mas, jangan asal ngomong! Abel baper nih," balas Abel yang lagi-lagi membuat Jilan tertawa.
"Tuh, saya baru bilang 'sayang' aja kamu udah gemeteran. Apalagi kalau saya bales perasaan kamu, Bel."
"Langsung koma kayaknya, Mas."
Mereka berdua langsung saja tertawa dengan kencangnya. Merasa aneh dengan perkataan masing-masing. Memang mudah sekali membuat Abel dan Jilan tertawa.
"Mas, makan yuk," ajak Abel setelah ketawanya mereda. Perutnya merasa butuh dikasih makan.
Jilan mengangguk, sambil memperhatikan sekitar. Mencari, mana makanan yang akan mereka makan.
"Bubur mau gak?" Melihat lahapnya orang yang makan bubur, Jilan jadi ingin ikut makan.
"Boleh deh. Mas Ji kan yang bayar?"
"Emangnya pernah kamu yang bayar?"
Abel terkekeh. Setiap mereka jalan, Jilan lah yang akan membayarkan. Abel tak masalah sebenarnya jika ingin patungan. Tapi, kata Jilan, kalau ingin bayar sendiri ya itu untuk perlengkapan pribadi saja.
"Kamu liatin apa, Bel?" Jilan bertanya, sebab mata Abel seperti fokus terhadap sesuatu.
"Ah, nggak, itu cuma liat cewek cantik," jawab Abel. Ia mengalihkan pandangannya ke Jilan, yang juga menatap apa yang ia lihat.
Jilan mengangguk, menyetujui omongan Abel. "Kenapa? Kamu iri?" goda Jilan. Abel sering memuji cowok tampan, tapi dia jarang memuji cewek cantik.
"Dih, nggak ya. Emang gak boleh Abel muji orang?" Abel bertanya. Dia memang hanya sebatas memuji saja. Tidak ada kata iri dalam dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAS JI
Fiksi Penggemar"Mas Ji, tungguin Abel, ih!" "Mas, awas---" 𝘽𝙧𝙖𝙠! "Tuh kan ketabrak pohon." *** Abelva Maharaja sangat menyukai dan mencintai Jilan Hanung Adhyaksa---seorang tetangga yang berasal dari Surabaya. Saat pertama kali melihat Jilan, Abel langsung te...