Happy Reading~~
*
*
*
*"Bel, siap, kan?" Jilan kembali memastikan tentang gadis itu.
"Iya, Mas. Lagian percuma kalau Abel nggak siap. Semuanya nggak bakal berubah," katanya sambil tersenyum tipis.
Jilan menatap Abel dengan dalam. Ia taruh tangannya pada kepala Abel. "Maaf saya nggak bisa bantu untuk merubah hal itu."
"Nggak perlu minta maaf. Ini bukan salah Mas Ji," jawab Abel.
"Kamu nggak perlu takut, ya. Saya bakal terus temenin kamu. Kamu nggak bakal sendiri."
"Abel tau itu. Makanya Abel siap sekarang," ujar Abel dengan nada lembut. "Udah, ah, kita lanjutin masukin barangnya. Nanti malah tambah lama."
Abel kembali pada aktivitas awalnya, yaitu memasukkan semua barang yang dibawa pada liburan singkat kali ini pada bagasi mobil.
Setelah 3 hari 2 malam mereka menginap disalah satu villa, hari ini mereka memang akan pulang. Mengingat bahwa hari Senin esok Abel, Anjello, dan Shakira akan kembali bersekolah. Juga Cio dan Jilan yang harus mengikuti kegiatan kuliahnya.
Di hari ini juga Abel akan kembali ke rumahnya. Setelah satu bulan penuh ia tinggal di rumah Cio. Baju-baju sekolah dan segala perlengkapan lainnya yang ada di rumah Cio juga sudah kembali ke rumahnya.
Memang selama satu bulan itu ia hanya beberapa kali berani menemui sang mami. Walau sudah dibujuk seperti apapun untuk kembali, saat itu Abel belum siap. Belum siap menerima bahwa ia akan merasakan hidup sendiri lagi, setelah merasakan hangatnya keluarga yang dirasakan selama tinggal dengan Cio dan Bella.
Namun, seperti apa katanya tadi. Abel tidak mungkin terus berlari menjauh, sedangkan ada masalah yang perlu ia selesaikan. Ditambah dua hari lagi sidang perceraian orang tuanya akan terlaksana.
"Mas." Abel memanggil sembari menarik tangan Jilan yang ingin masuk ke dalam villa. "Abel boleh nanya nggak?"
"Mau nanya apa?"
"Hmm... kira-kira Abel harus ikut siapa, ya? Mami atau ayah?"
Jilan terdiam sejenak, kemudian ia menjawab, "Mereka berdua itu orang tua kamu. Kamu yang lebih tau mana yang bisa buat kamu ngerasa aman dan nyaman."
"Kalau kamu pilih mami, kamu bakal tetap tinggal di sana. Tapi kalau kamu pilih ayah, kamu harus rela kalau bakal pindah rumah."
"Kalau Abel pilih tinggal sama ayah, Mas Ji rela jauh dari Abel?"
"Saya selalu mendukung pilihan kamu. Saya nggak peduli sejauh apapun jaraknya, yang penting saya bisa terus ketemu kamu," jawab Jilan begitu tenang seraya tersenyum kecil.
"Tapi ayah jahat, Mas."
Jilan mencolek hidung Abel pelan. "Kamu harus tetap sayang sama ayah, ya. Dia mungkin jahat sama mami, tapi dia selalu berusaha untuk kasih yang terbaik buat kamu."
"Emang Abel nggak boleh benci ayah?" tanya gadis itu pelan.
"Itu pilihan kamu. Tapi kamu bisa pertimbangkan dengan segala kenangan yang pernah terjadi antara kamu dan ayah. Bukan hanya hal buruknya, tapi juga hal baiknya."
KAMU SEDANG MEMBACA
MAS JI
أدب الهواة"Mas Ji, tungguin Abel, ih!" "Mas, awas---" 𝘽𝙧𝙖𝙠! "Tuh kan ketabrak pohon." *** Abelva Maharaja sangat menyukai dan mencintai Jilan Hanung Adhyaksa---seorang tetangga yang berasal dari Surabaya. Saat pertama kali melihat Jilan, Abel langsung te...